Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

Cerpen: Efek Layar Kaca

Gambar
  Dimuat di Palembang Ekspres edisi 16 dan 17 Juli 2018 Efek Layar kaca Aku mendapat telepon dari teman lama yang tahu dengan masalah keuanganku. Dia bilang dia bisa membantuku, bahkan bisa membuatku masuk tipi. Tidak perlu menunggu lama untuk kepalaku mengangguk-angguk setuju, siapa yang tidak mau mendapat uang plus-plus masuk tipi. Oleh karena itulah sekarang aku ada di sini. Sebuah stasiun televisi nasional yang namanya bukan lagi cuma besar, tapi B-E-S-A-R. Aku duduk di ruang tunggu berpendingin udara, ada pakaian-pakaian bagus di sini, ada kotak makanan dari tempat makan besar. Ada artis, ada perempuan cantik yang sesekali menengok ke ponsel berlogo apel yang dipegangnya, aku tahu itu ponsel mahal. Ada juga kru yang sedari tadi berbicara di depan kami, aku tahu dia kru televisi dari pakaian yang dia pakai. Ada logo stasiun tivi di lengan kanan dan dada kirinya. Sepertinya acara akan dimulai, aku sudah diminta memakai sebuah mikrofon kecil. “Nanti waktu nama Mas dipanggil...

"Gala Bunga Matahari" adalah Campur Tangan Tuhan

Saya tidak mengada-ada, tetapi memang agak hiperbola. Sebab, bagaimana sebuah lagu dengan lirik semacam ini bisa tercipta dari tangan seorang manusia, kalau tidak ada campur tangan Tuhan di dalamnya? Bagaimana agar lebih meresapi tulisan ini, kita sembari mendengarkan lagunya? Tidak ada karya yang lebih menarik dibanding sebuah karya yang mengadu sabda Tuhan dan pemikiran si empunya karya. Mengadu dalam maksud menyetujui, mempertanyakan, atau bahkan menentang. Sebagaimana orang-orang barat membuat film tentang Nabi Nuh dan kapalnya, Ahmad Dhani dengan Virus Cinta-nya, Leonardo da Vinci pada Perjamuan Terakhir, lalu kali ini Sal Priadi bersama "Gala Bunga Matahari". Kerinduan terhadap seseorang yang sudah tiada. Sal mempresentasikan kerinduannya ke dalam sesuatu yang realistis; tahu bahwa seseorang yang telah tiada akan tetap tiada. Tidak ada lagi wujudnya kembali ke dunia. "Mungkingkah, mungkinkah, mungkinkah, kau mampir hari ini? Bila tidak mirip kau, jadilah bunga mat...

Masih Pantaskah Si Tua Bangka Ini Membicarakan Cinta?

Gambar
Tak seperti pohon jagung, umurmu lebih panjang. Namun, seperti pohon jagung, buahmu tak akan berguna kalau sendirian. Kau butuh jagung lain.  Tak seperti laron, kau tak hidup sebentar. Namun, seperti laron, kau akan mati malam itu juga kalau tak menemukan pasangan.  Jadi, masih pantaskah si tua bangka ini membicarakan tentang cinta?  Bukan, bukan tentang pencarian lawan jenis untuk dijadikan pacar. Namun, iya, iya, seperti itu juga.  Namun, bukan hanya sekadar rekanan untuk diajak jalan, nonton, dan makan. Iya, iya, yang seperti itu juga.  Tetapi, yang bisa diajak bicara dari malam ke malam lain. Sampai si tua bangka ini melunak, membangkai.  Namun, bukan hanya itu. Bagaimana cara si tua bangka ini mengajaknya?  Bagaimana membangun resepsi-resepsi sesuai selera masyarakat itu?  Bagaimana mencipta bahagia berumah berdua?  Bagaimana menentang uang bukan segalanya? Sebab, si tua bangka ini tahu seberapa segalanya uang untuk hidup nan...