Masih Pantaskah Si Tua Bangka Ini Membicarakan Cinta?

Tak seperti pohon jagung, umurmu lebih panjang. Namun, seperti pohon jagung, buahmu tak akan berguna kalau sendirian. Kau butuh jagung lain. 

Tak seperti laron, kau tak hidup sebentar. Namun, seperti laron, kau akan mati malam itu juga kalau tak menemukan pasangan. 

Jadi, masih pantaskah si tua bangka ini membicarakan tentang cinta? 

Bukan, bukan tentang pencarian lawan jenis untuk dijadikan pacar. Namun, iya, iya, seperti itu juga. 

Namun, bukan hanya sekadar rekanan untuk diajak jalan, nonton, dan makan. Iya, iya, yang seperti itu juga. 

Tetapi, yang bisa diajak bicara dari malam ke malam lain. Sampai si tua bangka ini melunak, membangkai. 

Namun, bukan hanya itu. Bagaimana cara si tua bangka ini mengajaknya? 

Bagaimana membangun resepsi-resepsi sesuai selera masyarakat itu? 

Bagaimana mencipta bahagia berumah berdua? 

Bagaimana menentang uang bukan segalanya? Sebab, si tua bangka ini tahu seberapa segalanya uang untuk hidup nanti. 

Lalu, masih pantaskah si tua bangka ini membicarakan tentang cinta? 

Kalau ketika baru mau dekat saja sudah kepikiran. 

Tak lagi tentang biaya kencan
Tak lagi tentang memberi kabar

Tapi, tentang itu-itu semua. Yang semuanya masih kepayahan. 

Si tua bangka ini sadar, dia cuma tua bangka saja. Punggungnya masih berat, tak sekadar tentang masa depan, tetapi memperbaiki masa lalu yang bukan rusak olehnya. 

Lalu, bagaimana membahagiakan cintanya? 

Kalau begitu, 
Masih pantaskah si tua bangka ini membicarakan tentang cinta? 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wayang Haram dan Betapa Pentingnya Menjadi "Ingin Banyak Tahu" Ketimbang "Pintar"

Isu Logo Film Gatotkaca dan Dampak pada Budaya

Belajar Analogi dari Pak Menteri Agama