Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2017

Fiksi Mini : Dering

Dering panggilan darinya benar-benar mengganggu. Aku tidak tahan lagi mendengarnya. Akh ... harusnya aku tidak mengubur ponsel itu bersama jasadnya.

Untuk Si Sepatu Biru Kecil

Entah berapa kali kita bertemu, entah berapa kali aku berpikir untuk menulismu dalam goresanku. Tentang kamu si sepatu biru kecil yang berderet manja dalam rak sepatu di perpustakaan. Aku selalu membayangkan seperti apa pemilik kaki mungil yang masuk ke dalam dua lubang mungil yang kau miliki. Seberapa jauh tinggiku dengannya, seberapa manis lengkung senyum di bibirnya, seberapa tajam dan memikat kedua jernih bola matanya. Namun, saat kamu kutinggalkan, tidak ada yang sama seperti yang aku bayangkan dalam ruangan itu. Entah yang mana pemilikmu. Aku tidak tahu apakah itu kamu yang aku temui atau sepatu modelmu sedang laku di pasaran. Warna biru muda dengan tali putih dan lengkungan merk di sisinya. Yang pasti aku tidak pernah dapat membayangkan pemilikmu secara utuh. Cuma satu demi satu bagian wajah yang bersatu malah membuat bayangan lain. Sepatu biru kecil itu masih bertengger di sebelah sepatu kusamku yang lebih besar. Tidak ada sepatu laki-laki di sekitarmu. Apakah itu artinya kau...

Dualisme interpersonal

Pada akhirnya bakal ada rasa sadar diri Bukan berarti mesti rendah diri Kau cuma menyadari Selama ini hanya berjuang sendiri Pada pahit mana lagi kau tersenyum manis? Hingga senyum berada dalam tangis Huft.... Kau peduli pada sesuatu yang tak tahu kau peduli Kau berharap pada sesuatu yang patahkan semua sayap Kau mengejar pada sesuatu yang harusnya kau hajar Jatuh pada bangun yang kau paksakan Bahagia cuma kata kerja setelah seakan-akan Kau lara pada setiap percikan canda tawa Kau lari, padahal tahu sudah jatuh berkali-kali Kau perhatian, pada hati yang selalu mengejekmu, "Oh kasihan." Mau berapa lagi kau habiskan? Kau berdoa padahal tahu tak pernah terkabulkan Bodoh kan? Kau berdoa tentang sesuatu yang buat kau dicampakkan. Mau bilang apa lagi? Jodoh di tangan Tuhan? Ambil kaca dan teriak, "Jodoh di tangan Tuhan, jodoh di tangan Tuhan." Sambil membayangkan dia dan kekasihnya bermesraan Tak perlu konotatif Pada jiwamu yang kampret, sungguh naif...

Jadi, Kapan?

Aku pernah mendengar pertanyaan darinya. Tentang bagaimana jika. Pertanyaan yang aku jawab dengan mana mungkin ada. Aku terlalu lama bergelut dalam cerita panjang dengan tokoh berkarakter dia. Sehingga lupa dunia nyata, lupa kalau aksara belum pernah jadi nyata. Dia juga tidak menjelaskan tentang bagaimana jika itu, aku tidak tahu maksudnya. Aku yakin tak ada makna dalam, cuma obrolan pengusir keheningan. Jika memang ada, aku ingin dia. Jika bukan, sudahlah, aku malas berjuang. Hampir tiap malam, tapi tetap tak ada perasaan. Sebegitu kuat dia melapisi hatimu. Berkali-kali aku bilang, tapi kau cuma terseyum marah dan menghilang. Aku jujur, kau biarkan aku tercebur. Jadi tentang pertanyaanmu, bagaimana jika, aku ingin menjawab bagaimana kalau? Tapi kapan jadi kenyataan? Aku cuma berselimut dalam harapan. Harapan yang muncul dalam pikiran dan kenyataan. Bagaimana jikamu, mungkin akan jadi bagaimana kalauku. Lalu, dengan penuh harap di mataku, aku bertanya, "Jadi, kapan?...