Isu Logo Film Gatotkaca dan Dampak pada Budaya

Satu lagi film pahlawan super asli Nusantara (bukan ibu kota negara baru) akan menghiasi jagat sinema di Indonesia. Setelah sebelumnya kita disajikan dengan film "Gundala" besutan Joko Anwar dan studio Bumi Langit, sekarang kita akan mendapatkan film pahlawan super baru, yang sebenarnya tidak baru juga, yaitu "Satria Dewa Gatotkaca". Film Gatotkaca sendiri akan disutradarai oleh Hanung Bramantyo di bawah naungan Satria Dewa Studio.

Dengan begini, kita sudah punya dua studio pahlawan super dengan masing-masing semestanya yang siap menghadirkan pahlawan-pahlawan super khas Indonesia; BumiLangit Studio dan Satria Dewa Studio. Layaknya Marvel Cinematic Universe dan DC di Hollywood sana.

Seperti MCU dan DC yang masing-masing punya ciri khas sendiri, Bumi Langit dan Satria Dewa juga punya ciri khas sendiri yang saling membedakan keduanya. Bumi Langit dengan pahlawan super konvensional, tetapi dengan mengangkat isu sosial yang ada di Indonesia; telah dibuka dengan Gundala dan akan dilanjutkan dengan Sri Asih, Virgo, dan Godam. Sedangkan, Satria Dewa memiliki pahlawan super dari kalangan kisah wayang, misalnya yang akan datang ini, Gatotkaca, dan akan dilanjutkan dengan Arjuna, Bima, Nakula Sadewa, dan Srikandi.

Beberapa hari lalu film "Satria Dewa Gatotkaca" baru saja menampilkan tampilan perdana atau first look film mereka. Adegan dibuka dengan Gatotkaca yang jatuh dengan gaya dari langit ala-ala jatuhnya Spiderman dan Captain Marvel-nya film Marvel. Dilanjutkan dengan adegan pertarungan antara Gatotkaca dan Aswatama yang ala-ala Superman-Man of Steel-nya Zack Snyder. Dibalut dengan CGI yang apik, tak ayal warganet memuji film garapan Hanung Bramantyo ini.

Namun, bukan negeri tercinta namanya kalau hanya berisi pujian. Pasti ada juga hal yang dikritik, yaitu...

Gambar di kiri adalah Gatotkaca dan kanan adalah Captain Marvel punya Marvel Comics. Ada orang-orang yang beranggapan bahwa logo di dada Gatotkaca merupakan hasil jiplak dari logo yang ada di dada Captain Marvel. Namun, tentu saja isu ini tidak berlangsung berlarut-larut. Sebab, logo Gatotkaca, yang merupakan bintang dengan delapan sisi, itu sudah melekat di dada Gatotkaca bahkan jauh sebelum film atau komik Marvel diciptakan. Banyak orang-orang awam, yang tidak terlalu mengetahui dunia pewayangan, berpendapat demikian.

Namun, bukan menjadi buruk. Isu ini justru membawa dampak positif. Baik untuk film Gatotkaca atau bangsa kita sendiri. Dari beredarnya isu dan film ini, ramai orang-orang mencari tahu tentang Gatotkaca. Mencari tahu ada siapa saja selain Gatotkaca, apa kisahnya, dan siapa sebenarnya dia. Hingga akhirnya orang-orang menjadi tahu siapa itu Pandawa dan siapa Kurawa.

Secara tidak langsung, film "Gatotkaca" membawa angin segar bagi budaya Indonesia. Anak-anak muda yang cenderung ogah melihat wayang menjadi tertarik mencari tahu tentang tokoh-tokoh wayang. Hal ini tentu karena Gatotkaca yang telah bertransformasi menjadi sosok pahlawan super dalam jagat perfilman yang lebih banyak diminati dibandingkan pagelaran wayang.

Memperkenalkan budaya melalui film sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh negara-negara lain. Misalnya saja Upin Ipin atau yang paling gencar adalah anime-anime, Tokusatsu, atau drama Jepang. Melalui acara-acara tersebut kita menjadi tahu soal ninja, samurai, atau festival-festival Jepang. "Satria Dewa Gatotkaca" dapat menjadi pembuka jalan untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke anak-anak muda atau ke mancanegara ke depannya.

Ini adalah salah satu cara memperkenalkan budaya dengan cara yang asyik. Tanpa perlu memaksa orang untuk duduk dan menyaksikan pagelaran wayang, anak-anak muda malah akan datang dengan suka rela ke bioskop untuk melihat salah satu tokoh pewayangan Indonesia di layar bioskop.

Lalu, permasalahan wayang haram pun terpecahkan. Hahaha.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wayang Haram dan Betapa Pentingnya Menjadi "Ingin Banyak Tahu" Ketimbang "Pintar"

Belajar Analogi dari Pak Menteri Agama