Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

Kamu adalah Deskripsi Menyakitkan yang selalu Aku Coba Jelaskan

Izinkan aku memulainya dengan caraku mendeskripsikanmu. Dari kepribadianmu yang sulit aku tebak, seperti semua harapan yang membuatku tersedak. Lalu menuju senyummu yang mengalihkan duniaku, membuatku ingin terus bersamamu. Tatapan matamu yang begitu tajam, menusuk layaknya cemburu yang datang menghujam. Hingga setiap langkah yang kau lewati, membuat tulisanmu sulit kumengerti. Kamu itu nyata, tidak seperti delusi yang terus aku tata. Kamu adalah kamu yang sedang mengharapkan lelaki itu, bukan setiap rayuku yang terlihat semu. Mari kita mulai dengan diksi yang lebih mudah kau pahami. Aku pernah sangat menyukai sulap, dan bahkan bisa memainkan beberapa triknya. Bukan soal itu sih, tapi betapa menariknya melihat seseorang bisa memperkirakan apa yang akan terjadi, membaca pikiran, dan semacamnya. Namun itulah tidak menariknya pesulap, mereka tidak pernah benar-benar bisa membaca pikiran. Layaknya semua ucapan yang kau konversikan menjadi tulisan dalam baris obrolan yang engkau kirimka...

Instagram

Instagram, sudah merubah tampilannya. Ada yang suka ada yang tidak. Terserah, menurutku setiap perubahan terjadi karena ada kebosanan yang dirasakan. Seperti hukum cause and effect . Begitupun aku, kelas 1 SMP awal aku merasakan cinta, sejenak rehat satu setengah tahun, akhirnya aku menemui orang yang kisahnya kutuliskan dalam buku yang sulit untuk diterbitkan. Beralih dari masa SMA ke masa kuliah. Aku harus kecewa lagi karena cinta. Oke, cukup untuk nostalgia. Ada yang mengatakan dia menganggapku teman seperjuangan, padahal aku tidak berjuang bersamanya... aku berjuang untuknya. Dia bilang untuk tidak melebihkan, tapi aku lebih tau patah hati itu menyakitkan. Seperti tap dua kali di Instagram-mu yang tidak kulakukan, seperti tap dua kali di Instagram-ku yang tidak kau lakukan. Kita memiliki banyak kesamaan, dan persamaan itu seolah menunjukkan kalau kita terlalu berbeda untuk bersama. Satu tahun adalah waktu yang singkat, jika dibanding angka 3. Aku juga mengerti bagaimana rasanya...

Ayo Kembali dan Ulangi Lagi

Aku tak pernah percaya kalau mimpi bisa menandakan sesuatu akan terjadi. Yah... karena memang aku tak pernah percaya ramalan, zodiak, dan teman-temannya. Namun ini berbeda, ini seperti tamparan dari masa lalu karena kesalahanku membuat seorang wanita menunggu. Sebuah reka adegan di dalam mimpi akan kesalahanku saat itu. (Ini mungkin akan kubaca lagi nanti dan kuubah menjadi sebuah cerita penuh penyesalan yang mestinya jadi pelajaran). Aku lupa kapan aku memimpikan hal ini, tapi lewat bunga tidur kali ini akhirnya aku berbicara lagi dengannya. Saat itu, dalam mimpiku, di rumahku, aku dikumpulkan dengan teman-teman SMA. Seperti sebuah nostalgia. Dan entah kenapa temanku meminta Si Dia untuk datang. Aku ingat sekali apa kalimat yang terucap dalam mimpi itu. "Eh, dateng ke sini, dia (temanku menyebutkan namaku) mau nembak kamu." Tiba-tiba ada waktu yang terlompati, seperti di semua mimpi selama ini. Aku tau kalau Si Dia sedang menungguku. Dan aku sedang berada di dalam kama...

Radio dalam Frekuensimu

Radio, beberapa hari belakangan ini dialah yang menemani sepiku. Saat tak ada balasan pesan darimu, balas-membalas obrolan penyiar adalah hiburan bagiku. Saat kau bilang ingin tidur, di saat itulah lagu-lagu mulai menghibur. Lagu-lagu tentang patah hati, lagu patah hati dari penyanyi berbahasa Inggris. Tak begitu ku mengerti, tapi kutau tentang makna di setiap lirik. Bukan tentang lirikan matamu ke arah lain saat kita berdua, bukan tentang kebaikanmu terhadap semua pria, bukan tentang senyum manismu yang juga kau berikan ke dia di kedai kopi itu, bukan tentang semua pesonamu yang selalu menjadi dambaku. Bukan... ini tentang caraku menghibur diri dari harapan yang sebenarnya entah untuk siapa kau beri. Cara mendambaku yang terlalu bising... mungkin karena dirimu yang tak bisa berpaling. Semua panggilan di radio yang kudengar, salam untuk teman, keluarga, pasangan, diterima dengan baik oleh penyiar. Padahal kita tidak tau apakah orang yang dituju juga mendengar frekuensi yang sama. S...

Korpus Persuasif

Lagi-lagi aku akan berbicara tentang dia. Tentang dia yang sudah aku sukai semenjak awal perkenalan diri. Bukan pandangan pertama, tapi entah kenapa hanya ada namanya. Seperti dalam logika matematika, ada jika dan hanya jika, seperti logika caraku berharap, ada kamu dan hanya kamu. Aku pernah cerita dengan satu orang yang baru aku kenal, aku begitu pesimis untuk memilikimu. Yah, apalagi kalau bukan karena dia yang sedang kau miliki. Aku cuma berpikir kalau ini seperti melihat genggaman tangan yang sepertinya tidak ingin lepas. Aku cuma nyamuk yang menggigit keras dan berharap keduanya lepas. Hingga akhirnya sadar kalau aku hanya memiliki dua pilihan, mati dengan perut penuh atau dipukul oleh si pemilik tangan untuk sadar. Malam ini apa yang aku pikirkan ternyata bisa salah. Genggaman tangan itu terpisah. Entah benar atau tidak, ada kebahagiaan dari nyamuk ini yang meluap. Aku bahkan ingin langsung mengungkapkannya, tapi ini terlalu cepat. Aku tak mau ada pelarian yang kau paksa, aku ...

No, I care

Sudah waktunya bulan memisahkan. Sudah waktunya kau 24 jam mengingatnya. Sudah saatnya aku mengacaukan itu. Dan bahkan setelah bertemu pun, akan ada belahan bumi yang memisahkan. Aku mulai berpikir untuk takut dengan tingkat sepi paling mengerikan itu. Di antara kesenangan yang lain, aku takut akan sepi yang aku dapat. Aku takut saat melihat semua langkah beriringan, sedangkan aku melangkah dengan harapan. Berharap ada langkahmu yang mengiringiku. Aku mulai cemas saat tubuhku sibuk dengan semua kesenangan, pikiranku malah sibuk membayangkanmu. Aku takut semua keseruan yang diceritakan orang-orang tidak bisa aku rasakan. Aku mulai terlihat banci dengan semua itu. Padahal aku juga bukan siapa-siapamu. Oh, ayolah... aku malas untuk terlihat peduli denganmu. Namun, aku ingin. Aku ingin perbedaan satu jam itu bisa membuatmu sadar aku sedang malas untuk melihat wanita lain. Aku sedang menunggumu. Lihatlah, lagi-lagi aku terlihat banci. Padahal jelas-jelas aku sudah mendengar kata penolak...