Korpus Persuasif
Lagi-lagi aku akan berbicara tentang dia. Tentang dia yang sudah aku sukai semenjak awal perkenalan diri. Bukan pandangan pertama, tapi entah kenapa hanya ada namanya. Seperti dalam logika matematika, ada jika dan hanya jika, seperti logika caraku berharap, ada kamu dan hanya kamu.
Aku pernah cerita dengan satu orang yang baru aku kenal, aku begitu pesimis untuk memilikimu. Yah, apalagi kalau bukan karena dia yang sedang kau miliki. Aku cuma berpikir kalau ini seperti melihat genggaman tangan yang sepertinya tidak ingin lepas. Aku cuma nyamuk yang menggigit keras dan berharap keduanya lepas. Hingga akhirnya sadar kalau aku hanya memiliki dua pilihan, mati dengan perut penuh atau dipukul oleh si pemilik tangan untuk sadar.
Malam ini apa yang aku pikirkan ternyata bisa salah. Genggaman tangan itu terpisah. Entah benar atau tidak, ada kebahagiaan dari nyamuk ini yang meluap. Aku bahkan ingin langsung mengungkapkannya, tapi ini terlalu cepat. Aku tak mau ada pelarian yang kau paksa, aku tak mau ada rasa terpaksa untukmu berlari.
Novel asmaramu akhirnya selesai kubaca, sekarang giliranmu bermain dalam novel yang aku tulis. Tentang kamu yang tak ingin kusiakan.
Aku pernah terjatuh karena genggaman tangan itu, sekarang ada harapan uluran tanganmu mengangkatku naik lagi dan kau genggam lebih erat. Cuma berharap.
Bukankah kau bilang bukumu sudah habis? Tidak mungkin kan menulis lagi di sana? Kemarilah, ada satu buku di rak ini yang sedang menunggumu berdebu. Dia masih kosong, siap kau tulis dengan kebahagiaanmu, kesedihanmu, amarahmu, apapun. Buku itu siap melakukannya.
Kau tau di mana harus mencari buku itu kan? Sebuah buku yang sedang menunggumu, bertuliskan satu kata besar di sampulnya, "AKU".
Komentar
Posting Komentar