Dan Pada Akhirnya

Padahal sudah kutahan sekuat mungkin untuk tidak lagi membahas ini, padahal sudah coba aku lupakan untuk tidak lagi mengingat apa pun lagi soal semua ini. Namun, pada akhirnya  aku gagal. Mencoba berlari padahal tetap ingin tinggal, mencoba tinggal, tapi... akh, sudahlah. Awalnya, aku pikir semua akan baik-baik saja ketika aku mencoba tidak lagi membahasnya. Namun, pada akhirnya aku tau kalau aku salah. Aku pikir akan ada yang mendukungku, membantu, atau paling tidak cuma sekadar mendengarkanku. Dan pada akhirnya aku sadar, aku salah.

Kami malah seperti kehabisan bahan obrolan. Lebih banyak yang dia kenal, lebih sedikit waktu yang dia gunakan untuk sedikit saja membuat satu topik obrolan panjang seperti dulu. Dan pada akhirnya, aku tau  kalau aku... kesepian. Menjijikan membaca seorang laki-laki menulis seperti ini, tapi sudahlah. Aku akan menjadi seperti bagaimana aku, tertawa tanpa adaa hal lucu.

Dan seperti inilah akhirnya aku.
Tak pernah berubah.
Cuma bias berharap.
Sakit hati....
Dan terabaikan.

Dan pada akhirnya aku tau, musuh terbesar "kita" adalah keingintahuan yang berlebihan.
Sok ingin tau semua tentang dia, dan menangis saat semua yang ingin kita tau akhirya terbuka.

Dan pada akhirnya, kamu yang berharap cuma akan kecewa, persetan dengan semua yang sudah kamu lakukan.

Tutup ponselmu, pesan darinya tak akan pernah kamu terima.
Hapus rasamu, semua harapmu cuma berakhir kecewa

Seperti sebuah film kesukaan yang tamat, kamuu cuma perlu menerima. Apa lagi?

Mencari film lain seperti semua saran dari teman, yang pada awalnya mendukungmu untuk menonton film itu? AADC saja masih ramai saat dia kembali setelah sekian lama, lalu kau mau bagaimana? Pindah ke yang lain, tapi masih berharap film itu diputar kembali?

Siapa lagi yang mendukungmu untuk tetap menonton film itu? TAK ADA SATU PUN.

Dan pada akhirnya kau cuma menghardik setiap detik yang tak bias kau habiskan dengannya.
Terus mencari topik dan berakhir dengan,"Sudah dulu, ya." Dan apa setelah itu?

Dan pada akhirnya setiap orang akan mati, setiap perasaan akan pergi.
Cuma perlu ikhlas, berlari dari rasa was-was.

Mengunduh masa lalu, menontonnya hingga jenuh.
Dan apa pun arti dari bahasa di statusnya, yang sebenarnya sudah kau ketahui, kau tak akan pernah bisa lari.

Mengunggah setiap luka, dan cuma dapat tertawa.
Siapa juga yang peduli?
Setelah semua temanmu membaca ini, mereka cuma beranggapan kalau kau tidak menganggap mereka. Bodoh kan?

Bodoh dan memang. Kau terlalu bodoh untuk tidak sadar bahwa semua yang dikatakan temanmu benar. Untuk apa berharap pada sesuatu yang tak pernah bisa di hatimu hinggap?

Dan pada akhirnya, semua tulisan akan menemui titik ujungnya. pergilah. Semua temanmu lebih realistis menatap semua kejadian miris.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wayang Haram dan Betapa Pentingnya Menjadi "Ingin Banyak Tahu" Ketimbang "Pintar"

Isu Logo Film Gatotkaca dan Dampak pada Budaya

Belajar Analogi dari Pak Menteri Agama