Katanya, Hujan Itu....

Katanya hujan itu 1% air 99% kenangan, katanya hujan itu dingin. Namun, kenapa setiap hujan aku malah merasa hangat oleh setiap kenangan?  Bahkan terkadang panas.
Katanya hujan itu adalah percikan-percikan kenangan yang jatuh bersamaan, tapi kenapa aku malah lari dari setiap guyurannya? Seperih itukah percikan yang tiba-tiba datang?
Katanya hujan itu berasal dari proses penguapan air, tapi kenapa kenangan juga ikut menguap dan jatuh bersamanya?

Katanya kamu suka hujan, tapi kenapa berteduh dan secangkir kopi terasa lebih menyenangkan? Semudah itukah kita untuk pindah ke kesukaan yang lain?
Kembali lagi, katanya hujan itu percikan kenangan, tapi kenapa tak ada kenangan yang terasa menyenangkan saat hujan jatuh berkali-kali?

Bukankah habis gelap terbitlah terang? Lalu kenapa setelah hujan, masih ada kesedihan yang terasa?
Lalu, apa salahnya pergi ke perempatan jalan, menatap kosong ke atas, membiarkan semua air itu jatuh membasahi?

Bukankah setiap kepedihan hanya akan membuat kita merasa lebih baik pergi untuk selamanya dan berharap hari pembalasan itu tidak ada? Lalu, kenapa saat hujan kita masih menatap nanar ke jendela?

Berharap semua kenangan itu muncul dalam proyeksi yang menghubungkan kita pada masa lalu yang sekarang tak pernah lagi terjadi.
Berharap semua hujan cuma hujan, bukan rentetan syair yang dengan sendu bergumam, "Harusnya aku tidak melakukan itu."
Berharap semua rasa dingin cuma rasa dingin, bukan keinginan untuk bicara berdua.
Berharap ada dia di antara barisan pelukis yang sejenak berlindung dari hujan, padahal tau tak mungkin terkabulkan.
Berharap ada kenangan yang lebih lama di antara rentetan syair yang menghangatkan bersama dia dalam obrolan berdua yang terasa menyenangkan.

Katanya hujan itu cuma air, lalu kenapa petir ikut-ikutan datang bersamanya?
Katanya hujan itu jatuh pada saat yang tepat, lalu kenapa jatuhku pada semua masa lalu tak pernah datang dengan tepat?
Katanya hujan itu.... Sudahlah, aku juga tak perlu tau siapa dia.

Seperti dinginnya hujan, seperti perihnya hujan, seperti dinginnya sikapmu selama musim hujan ini. Aku tak tau cara mencegahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wayang Haram dan Betapa Pentingnya Menjadi "Ingin Banyak Tahu" Ketimbang "Pintar"

Isu Logo Film Gatotkaca dan Dampak pada Budaya

Belajar Analogi dari Pak Menteri Agama