Mengancurkan Indonesia itu Mudah
2016, menjadi tahun yang membuat SARA menjadi begitu terkenal.
Dari sini kita bicara serius dulu, tetep santai, hindari panas.
Seorang gubernur dilaporkan karena menistakan agama, hiasan Natal di sebuah hotel berlafadz Allah seolah diinjak-injak, boikot sana-sini, tokoh FPI dilaporkan karena dugaan penistaan agama, uang baru muncul, kenapa tokoh ini tidak berhijab? Kenapa kebanyakan tokoh di uang baru kebanyakan non-muslim?
Setiap orang berhak menjadi presiden, bukan begitu? Lalu, coba kita ambil satu tokoh besar di Papua yang non-muslim untuk menjadi presiden, sebesar apa rasis yang bertebaran?
Dulu WNI keturunan Tionghoa bahkan dibuli habis-habisan. Ernest Prakasa bahkan menikahi pribumi agar anaknya tidak bernasib seperti dia.
Ini Indonesia?
Seorang pengguna Twitter bercuit tentang pahlawan yang berada di pecahan Rupiah baru. Seorang pahlawan asal Tanah Mutiara Hitam. Berkomentar mengejek, kenapa harus dia? Siapa memangnya dia? Non-muslim banyak di pecahan rupiah baru? Konspirasi?
Ini Indonesia?
Siapa memangnya kita? Cuma dibedakan sekolah saja tawuran, cuma dibedakan partai politik saja saling ejek, lupakah Sang Garuda terbang dengan membawa apa di kakinya?
Banyak yang tidak tahu Franz Kaisiepo, ya karena memang kamu tidak mau tahu tentang Papua. Giliran bersuara, langsung kasih cap Separatis.
Cuma mau nilai orang dari fisik, agama, dan suku saja. Tapi nanti kalau kita bersuara, kalian bilang jangan bawa-bawa SARA. Maunya apa?
Cuitan Arie Kriting itu harusnya membuat kita sadar. Dahulu kita mati-matian membawa kembali tanah Papua, sekarang begini sikap kita?
Indonesia meraih hasil memuaskan di AFF, ada yang berkata inilah Indonesia, tak membeda suku dan agama, kita bisa satu. Lalu dengan mudahnya kalian bilang, "Jangan bawa-bawa agama lah, lagi sensitif ini."
Lalu bagaimana lagi cara mereka menyadarkan kepada kita yang terlalu sensitif akan perbedaan?
Ini bukan soal si Gubernur itu, ini soal kita. Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, agama, ras, pendapat, pilihan, keinginan, cita-cita.
Berpikir jernih saja, mungkin Sang Garuda sudah mulai tua. Sudah terbang sejak pemimpin pertama kita yang dijatuhkan dengan fitnah. Garuda mulai lelah, tak lagi bisa terbang tinggi. Kita sulit melihat tulisan yang sangat membuat hati para pahlawan bergetar. Diukir jelas di sana,
BHINEKA TUNGGAL IKA.
Copas boleh ye wkkk
BalasHapusKasih sumbernyo yeh
Hapus