Senja di Universitas Sriwijaya
Walau punya warna yang sama dengan UI, kami tentu tak seelegan mereka. Meski lebih luas dari UGM, kami tentu tak semenarik kota pelajar. Tapi, kami punya langkah yang yang sama semenjak A terpampang di lembar akreditasi kami.
Persetan dengan itu, Unsri punya banyak hal lain yang patut dituliskan.
Terluas di Asia Tenggara, terbesar di Sumatera Selatan. Kami punya cerita menarik di sore hari.
Datang-datanglah ke Unsri sekitar jam setengah lima sore sampai menjelang maghrib. Di saat beberapa mahasiswa baru menyelesaikan kegiatan, di depan Auditorium dan Rektorat. Saat matahari sedang sendu-sendunya, saat orang-orang berlari ringan mengitari jalan, saat bola-bola futsal ditendang sampai penat.
Di sanalah keteduhan mungkin terasakan. Dengan manisnya wanita-wanita berpipi chubby dan balutan kacamata, dengan teduhnya wanita-wanita berjilbab panjang, atau dengan perpaduan antara keduanya.
Jangan berjalan sendiri, karena pada akhirnya kalian cuma bakal iri dengan mereka yang berlari sambil tertawa tanpa henti.
Ajak siapa pun, teman mungkin. Ambilah beberapa gambar dengan latar belakang tulisan "U N S R I" yang baru beberapa bulan ini jadi. Unggahlah yang terbaik, atau mungkin yang paling membuatmu tertawa, di sosial media. Tak perlu berkorban biaya, bawa saja air mineral. Atau kalau lapar berjalan saja cari cemilan.
Senja di bumi Sriwijaya. Kadang ada cerita yang menenangkan. Mungkin saat mengambil uang bulanan di ATM di dekat gerbang, membuatmu bertemu seseorang yang tak diduga-duga. Orang baru yang kartu ATM-nya lupa diambil, orang yang sering berpapasan tanpa sengaja, atau mungkin dia yang pernah punya cerita di masa SMA. Senja menyempurnakan peluh, membahagiakan keluh.
Senja di Universitas Sriwijaya. Mungkin dosen baru saja memberimu tugas yang harus dikumpulkan sebelum jam sepuluh malam. Tugas lain belum sempat dikerjakan. Lewatlah jalan menuju gerbang utama. Sepeda-sepeda dengan dua bangku yang disewakan, yang dikayuh berirama di sela tetes keringat, tawa pecah yang entah apa sebabnya, mungkin akan membuatmu lupa sejenak. Jalanlah santai, nanti dulu pulang. Kost atau rumahmu di Palembang tak lari ke mana-mana. Namun, orang yang mengharapkan jalan bersamamu seperti semester satu dulu tak akan bertahan selamanya. Dia mungkin termakan kecewa, tersedak harapan. Memutuskan buru-buru jadian, padahal kamu adalah setulusnya rasa. Tunggulah dia sejenak, tak apa sedikit malam.
Senja di pelupuk Auditorium. Sudah sore, tapi kumpulan orang itu belum juga surut. Sekarang ada yang membawa laptop di tangannya, mencari Wi-fi hingga malam. Ada yang berjalan menuju perpustakaan, tempat paling tenang yang belum membuat bosan. Ada yang duduk santai di gazebo di belakang rektorat, ramai-ramai mengambil spot terbaik untuk list upload ke Instagram.
Setiap kenangan akan berbuah manis, entah penyesalan yang membuat senyum miris, atau tawa yang nantinya berujung tangis. Yaaah... kita tidak mengenal bahagia tanpa mengenal luka. Kita tidak mengenal luka sebelum tersandung ranting di perjalan menuju kampus FKIP. Kita tak pernah salah, kita juga tak pernah boleh dibilang benar. Senja bahkan tak diperhatikan, apalagi kita yang cuma berjalan sendirian.
Jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, Indralaya adalah tempat sempurna untuk mahasiswa. Tak ada hiburan yang terlalu mahal, tak perlu janjian menonton film terbaru, tak perlu takut jarang bertemu.
Senja di Universitas Sriwijaya. Tak ada cerita spesial denganmu, tapi dalam perjalanan pulangku, aku ingin mengukirnya denganmu. Jangan pulang dulu, bukankah berjalan sendirian bagimu juga tidak menyenangkan?
Aku muak dengan semua persamaan, denganmu aku pikir akan lebih menyenangkan. Berbicara dengan topik yang tak pernah kamu dengar, membahas cerita yang kamu sudah hafal.
Aku tidak tahu cara mengakhiri, bagiku akhir adalah awal sesi kedua. Aku coba menyelesaikan dia dengan tanda koma, dan menulis kalimat yang belum terselesaikan. Denganmu. Di pelataran senja Universitas Sriwijaya.
Komentar
Posting Komentar