Akun Berita di Sosial Media, Patutkah Dipandang?

Setidaknya dalam seminggu terakhir kolom eksplorasi Instagram saya dipenuhi foto dan video dari akun-akun yang mengatasnamakan diri mereka portal berita. Setahu saya sebuah portal berita harus netral, tidak berpihak pada satu sisi, menampilkan berita yang akurat, dan dapat dipercaya. Koreksi jika saya salah. Namun, yang terjadi bukanlah apa yang saya pahami tersebut. Berita yang mereka sajikan, entah hanya salin tempel atau membuat sendiri, terlalu fokus untuk menyerang satu kelompok atau individu.

Berita yang sering saya temui adalah berita yang menyerang pihak pemerintah. Terkadang berita yang mereka sebarkan bukanlah hoaks, tapi cara penulisan mereka sangat persuasif untuk membenci pemerintah. Tidak hanya pembenci pemerintah, banyak pula yang menyerang kelompok non-pemerintah. Kedua jenis portal berita ini sama-sama tidak saya sukai. Sayangnya, di media sosial  Instagram, kita tidak bisa melaporkan akun dengan tuduhan penyebaran kebencian, hoaks, atau yang semacamnya. Saat saya mencoba melaporkan sebuah akun, pilihannya hanya beberapa. Konten kekerasan, plagiat, pornografi, dan akun ini membuat saya kesal. Khusus yang terakhir, tidak ada spesifikasi kekesalan, sehingga tidak terlalu menolong.

Bukan cuma politik, portal berita bahkan menyerang agama. Saat seorang terkena kasus penistaan agama, berita dibuat sangat luar biasa. Terkadang dibubuhi tausiah dari ustaz. Sehingga, kalau kita membaca kolom komentar, mungkin akan membuat pelaku bunuh diri. Akun yang membela pelaku juga akan bermunculan. Mereka akan membagikan pembelaan atas pelaku secara berlebihan, bahkan terkesan menjelekkan lawan mereka. Ras tidak bisa menghindar dari berita negatif. Banyak sekali berita yang mengkambinghitamkan sebuah etnis atas suatu masalah yang terjadi atau kondisi politik yang terjadi.

Portal berita semacam itu membuat main hakim sendiri tidak hanya berarti penyiksaan secara fisik saja. Seolah tidak ada lagi kesempatan seseorang untuk memakai asas praduga tidak bersalahnya.  Pengikut akun-akun tersebut tidak bisa dibilang sedikit. Bahkan bisa lebih dari seribu. Secara tidak langsung setidaknya ada seribu orang yang terhasut akan berita yang disajikan.

Kebencian itu menular. Misalnya, ada seorang teman yang sedang curhat tentang masalah mereka kepada kita. Di satu sesi mereka mengatakan kejelekan orang lain, secara tidak langsung kita akan membenci orang lain itu. Kemungkinan lain adalah kita malah membenci teman yang curhat itu, karena kedekatan kita dengan orang lain yang dia bicarakan. Hal ini berlaku juga pada portal berita penebar kebencian. Saat mereka membagikan sebuah berita, kita imajinasikan, Presiden membagikan sepeda kepada warga yang berhasil menjawab pertanyaan. Lalu, diberi keterangan atau caption, "Untuk apa kasih sepeda? Kami butuh kesejahteraan, apa guna sepeda bagi petani yang kekeringan? Apa guna sepeda bagi nelayan yang jaringnya rusak? Apa guna sepeda bagi orang tua yang tidak bisa membiayai sekolah anaknya? Setelah itu kolom komentar akan berisi hujatan bagi tindakan yang dilakukan oleh Presiden, semakin banyak komentar, semakin banyak kebencian.

Hal yang lain akan terjadi. Akan ada pihak pro pemerintah yang akan menyangkal berita tersebut. Menjabarkan apa kebaikan pemerintah.

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Blok setiap portal berita yang berlebihan dan tidak netral? Atau tidak acuh dan lebih baik berdebat soal bumi datar?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wayang Haram dan Betapa Pentingnya Menjadi "Ingin Banyak Tahu" Ketimbang "Pintar"

Isu Logo Film Gatotkaca dan Dampak pada Budaya

Belajar Analogi dari Pak Menteri Agama