Dari Pak Jokowi Kita Belajar.... Ngomongin Warganet yang Ngomongin Royalti Musisi
Sebenarnya saya ingin memulai tulisan ini dengan berkata kasar, tetapi waktu menulis saya kebetulan tidak tepat. Ya, daripada pahala puasa saya hilang gara-gara mengatai orang-orang ini, lebih baik saya urungkan niat itu. Baik, kita mulai tulisan hari ini.
Sesuai judulnya, saya akan mengajak kalian untuk belajar dari presiden kita, Bapak Joko Widodo. Tapi, bukan belajar dari sikapnya, saya tidak mau tulisan ini dikaitkan dengan politik. Kita akan belajar bagaimana beliau diperlakukan warganet negara kita.
Tentunya kalian tahu berita mengenai Undang-undang mengenai royalti musisi?
Sebenarnya, peraturan ini sudah dari lama diperjuangkan oleh musisi Indonesia. Beberapa tahun lalu yang paling getol adalah Anji Manji. Tetapi, kira-kira apa yang diucapkan warganet berkaitan berita ini?
Kalau diterjemahkan, kira-kira inilah yang mereka tulis.
"Makin tidak jelas",
"Nanti, lama-lama bernapas juga disuruh bayar",
"Mau jadi apa negara ini, apa-apa naik, pajak naik, semua jadi duit, gaji masih segitu! Yang kaya makin kaya, yang miskin makin susah hidup!"
Kebanyakan dari warganet menyalahkan pemerintah karena sekarang susah untuk mendengarkan musik. Mereka beranggapan mendengar musik akan dikenakan biaya. Lalu, yang dikambinghitamkan adalah Presiden kita.
Hanya karena pada judul berita menyatut nama "Jokowi" orang-orang tidak mau berpikir panjang dan baca lebih lanjut. Mereka langsung saja berbacot ria untuk menyerang.
Sederhananya, warganet itu sudah sedari awal pesimis atau benci dengan pemerintah umumnya dan Pak Jokowi khususnya. Jadi, ketika beliau bikin kebijakan yang dianggap aneh oleh mereka, langsung saja diserang. Ya, mirip kamu yang benci dengan pacar baru mantanmu itu.
Sebenarnya yang dibenci warganet bukanlah keputusan yang dibuat, tetapi kebencian itu sudah tertuju kepada pemerintah dan Pak Jokowi itu sendiri. Sehingga, apa pun yang diperbuat pasti tidak disukai atau kalau pun keputusannya terlihat baik, pasti akan ketemu saja celah untuk ngebacot. Oleh karena itu, di media sosial ketika ada unggahan mengenai kebijakan baru pemerintah, pasti ditemukan komentar-komentar celaan yang terkadang tidak sesuai konteks.
Seperti misalnya, kamu punya teman yang kamu tidak suka, apa pun unggahan mereka di media sosial, pasti akan mengundang ucapan ketidaksukaan dari mulutmu itu. Mereka unggah foto foya-foya, pikiranmu mungkin ingin bilang, "Ah, pasti kerja yang aneh-aneh," atau ketika mereka unggah foto bisnis mereka yang sukses, "Ah, liur pocong." Seperti itulah warganet kepada pimpinan kita.
Kebencian ini bisa berakibat untuk kita menjadi kabur dengan sesuatu. Kita tidak akan bisa menilai sesuatu dengan objektif. Sehingga, kita akan sulit menerima dengan sesuatu yang mungkin saja baik, tapi datang dari orang yang kita anggap baik.
Meski begitu, saya tidak bisa serta-merta menyalahkan warganet atas kelakuan aneh mereka. Ada peran serta media dalam membentuk kelakuan warganet tersebut. Namun, pembahasan itu nanti sajalah. Kalian nikmati saja dulu kebodohan warganet kita yang maha benar.
Maaf, terucap kata kasar tanpa sengaja.
Komentar
Posting Komentar