The Truth Between Us
Walaupun gue menyelipkan kata "us" dalam judulnya, jujur, gue gak tau apakah pernah terlintas kata us dipikiranmu. Kau terlalu sibuk mempertemankanku saat aku terlalu sibuk mengharapkanmu.
Ini bukan tentang ekonomi, bukan tentang sosial politik, dan yang jelas ini bukan soal pertanian. Ini tentang kamu yang bukan berasal dari semua itu. Ini tentang kamu yang selalu aku coba ikhlaskan, tentang kamu yang kuharap tidak sesetia yang kulihat, tentang kamu yang aku coba ubah menjadi tentang kita.
Bercerita soal yang lain, padahal hanya kemunafikan yang aku paksakan. Aku belum bisa untuk pindah saat ini. Aku masih terlalu berharap pada sesuatu yang tidak jelas, aku masih berharap tentang kamu.
Aku akan coba tetap di dekatmu, memperhatikan kamu selalu baik-baik saja, membuatmu tetap bahagia, membuatmu melupakan dia sejenak... walau aku tau itu tidak akan bisa, membuatmu memasukkan aku dalam salah satu mimpi indahmu. Aku selalu menunggu dia membuat sebuah kesalahan yang tidak akan kau maafkan, aku selalu menunggu saat kau mengalihkan pandanganmu pada laki-laki yang saat ini ada di sebelahmu... aku.
Sajak-sajak kampret yang aku tulis tidak satupun ada yang menyadarkanmu. Kau malah ingin melakukan hal yang sama, sebuah sajak untuknya. Sebuah kebencian aku tanamkan untuknya, yang sama sekali malas untuk kukenal, orang yang saat ini tengah mengetik kata-kata romantis bullshit untukmu, orang yang sedang kau harapkan mendampingimu selamanya. Aku sedang berharap kau lupa akan semua itu, aku sedang berharap kau tau apa yang aku harapkan. Sedikit saja. Kejam memang, aku mengharapkan dia melukaimu, menjatuhkanmu, membuatmu menangis sejadinya, membuatmu tau kalau dia terlalu tidak pantas untukmu, membuatmu sejenak melihat ke arahku dan memberikan celah kecil di hatimu.
Namun, harapan hanyalah harapan. Aku hanya pengagum kecil yang berjalan di sampingmu yang sedang berharap putusnya hubunganmu dengannya.
Komentar
Posting Komentar