Harusnya Aku Ingat

Masalah hidup memang bukan cuma soal cinta, tapi entah kenapa begitu menyenangkan membahasnya. Bagaimana seseorang dengan mudah mencintai, dan bagaimana seseorang lebih mudah lagi dilukai.

Cinta dan patah hati adalah paket yang sudah terikat oleh takdir. Seperti aku yang pernah mencintaimu dan kamu yang menggugurkan asaku. Aku pernah sangat membenci caramu menolakku, seperti saat undangan dariku kau abaikan dengan alasan palsumu. Seperti saat deret pesan yang kuanggap sebagai jalan untuk kita dekat, malah kau akhiri dengan membuatku terjaga hingga larut malam. Dan seperti caramu yang tak pernah lagi mengacuhkan ajakan percakapan dariku, seperti itulah aku akhiri perasaanku. Sampai akhirnya kau jatuhkan aku dalam cinta lalu kau tenggelamkan aku dalam kecewa.

Hingga akhirnya aku sadar, bukan aku yang harusnya kecewa. Aku adalah kecewamu. Aku adalah kekecewaanmu yang membuat waktumu terbuang karenaku.

Aku ingat betapa aku menunjukkan rasa sukaku padamu. Harusnya aku ingat. Harusnya.

Harusnya aku ingat siapa orang yang aku tulis dalam setiap bab naskahku. Harusnya aku ingat siapa yang membuat aku menyukai menulis. Harusnya aku ingat kenapa akhirnya aku suka jurnalis. Harusnya aku ingat alasanku mengunggah tulisan di lamanku.

Harusnya aku ingat. Harusnya.
Aku...
Ingat.

Aku ingat saat aku bahagia atas satu kata darimu. Aku ingat betapa harapku tumbuh lagi setelah sebuah kalimat yang diucapkan sahabatmu, namun kau halangi. Kamu hanya butuh kejelasan dariku.

Aku ingat saat aku berjanji dengan diriku sendiri untuk selalu ingat dengan tanggal di Mei akhir itu. Aku ingat saat aku akan pergi dan melewati depan rumahmu, betapa degup jantungku menandakan bahwa aku ingin melihatmu. Akhirnya aku sadar... aku salah menyukai yang lain saat kau mulai untuk menjauhi.

Padahal bisa saja aku bersamamu, mungkin hingga kini. Aku ingin kembali ke saat itu. Namun, aku akhirnya mengerti kau menjauhiku untuk menjauhi dosa dari perasaan yang mungkin terjadi. Harusnya namamulah yang aku minta pada Tuhan untuk menjadi penenangku dalam kehidupan.

Saat akhirnya aku melihatmu lagi, perasaanmu tak sama lagi. Kaulah keputusan yang kusesali, akulah kepastianmu yang tak pernah pasti. Aku... tetap ingin jatuh hati lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wayang Haram dan Betapa Pentingnya Menjadi "Ingin Banyak Tahu" Ketimbang "Pintar"

Isu Logo Film Gatotkaca dan Dampak pada Budaya

Belajar Analogi dari Pak Menteri Agama