Akhirnya, Kau, pun, Sadar
Aku tak tau apa yang akan kutulis, entahlah, banyak hal yang ingin ditulis, tapi kubatalkan karena belum saatnya.
Rasanya seperti perasaan ini, aku cukup geli saat menulis "perasaan". Ada saat aku ingin mengatakannya, tapi terpikir ini belum saatnya. Tunggu, ini tidak akan pernah ada saatnya.
Saat kau minta perhatiannya dan dia memberikan itu, entah kenapa ada sesuatu yg menyakitkan terasa di dadamu. Seperti tertekan, enzim yang tertelan pun terasa tidak nyaman.
Entah kenapa.
Entah....
Kenapa?
Kenapa kau memintanya saat tau kalau itu cuma akan membunuhmu perlahan? Tak bisakah sadar untuk satu hari saja? Tak bisakah berhenti berharap saat dia di dekatmu satu menit saja?
Entah.
Kau sudah terlalu dalam terjatuh. Terlalu tidak mungkin untuk memanjat melihat permukaan. Terlalu munafik mencari pelarian.
Kenapa?
Sebegitu mempesonakah dia? Kau sendiri yang akui banyak yang lebih mempesona dari dia. Lalu apa? Apa yang membuat dia sebegitu melekat dalam pikiranmu? Bangunlah! Panjat jurang itu sekali lagi! Berusahalah!
Padahal akhirnya kau sadar, tentang apa lagi? Tentang perhatian itu, apa lagi memangnya?
Bunuh dirilah dan bangkitlah di hati yang lain. Dia meletakkan dirimu di figura yang sama dengan teman-temannya. Sadar!
Akhirnya kau pun sadar, tentang apa lagi katamu? Tentang senyum itu, apa lagi? Itu bukan masa depanmu.
No mirai. Nani mo nai.
Itu senyum yang sama yang dia berikan ke semua orang! Tak ada arti di dalamnya! Sadar!
Lihat, betapa aku kesal padamu pun kau belum sadar. Tanda seru itu tidak kau sadari?
Fokus!
Sadar!
Kapan akhirnya kau sadar?
Perhatian untukmu sebenarnya tidak memuat kata "hati" di dalamnya.
Pergilah, aku sudah muak teremukkan oleh semua ini.
Menunggu kamu sadar itu lama. Aku bosan menatap cermin dan melantangkan semua ocehan ini.
Sadarlah! Hatimu lebih baik kosong. Fokus!
Apapun yang terjadi, sadarlah.
Komentar
Posting Komentar