Her Friend

Entah kenapa belakangan ini banyak pesawat yang terlihat terbang lebih rendah. Tidak terbang dengan menerobos awan seperti biasanya. Seolah menunjukkan diri bahwa aku ini ada. Seolah ingin kamu melihatnya lebih dekat lagi. Seolah menunjukkan kalau aku ada di balik setiap gulungan awan Indah yang selalu engkau perhatikan.

Seperti itu juga aku. Ada, tapi tak pernah teracuhkan.

Seperih itu juga aku. Nyata, tapi cuma kau anggap bercanda.

Seperti pesawat yang terbang rendah. Ada sesuatu yang menuntut kepekaanmu untuk merasa. Ada suara bising yang meminta kau perhatikan lebih.

Seperti itu juga aku. Berharap, tapi cuma angin lalu kau anggap.

Seperih itu juga aku. Tak ingin pergi, walau hatiku berulang kali menahan pedih.

Seperti pesawat dalam awan gelap. Cuma harus berjuang atau jatuh di tengah lautan.

Seperti itu juga aku. Seperih itu juga aku.

Tapi, aku bukan pesawat yang tak pernah menunggu. Aku tetap menunggu walau kau tolak tanpa ragu. Di saat aku yakin untuk pindah, kemanjaanmu malah membuatku tak berdaya. Jika kamu tak menyukaiku, tolak aku dan remukkan hatiku.

Bukan dengan tetap seolah peduli.

Kamu yang seperti itu, atau aku yang salah menerjemahkanmu?

Bila memang tak menyukaiku, kumohon jangan tunjukkan seolah ada rasa untukku.

Kamu yang seperti itu, atau aku yang tak punya kamus tentang dirimu?

Hingga akhirnya aku sadar kalau aku hanya teman yang tak pernah kau berikan perasaan. Datang padaku saat air matamu membasahi dan seolah tak mengerti aku butuh seseorang untuk berbagi.

Hingga akhirnya aku sadar kalau kau memang tak pernah sadar.

Aku mencintaimu.
Kamu mempertemankanku.

Hingga saat ini, kalau kau mau mengerti, aku terlalu sibuk dan berbagi sendiri. Menceritakan keluhan pada malam dan kesendirian. Karena membaginya denganmu pun hanya akan menambah harap bagiku.

Aku mengharapkanmu.
Kamu menolakku dengan tawa bahagiamu.

Aku tau ada lantai untukku bersujud dan berbagi, tapi aku tak semengerti itu.
Aku butuh penenang dalam setiap keluhku, aku butuh penyemangat dalam setiap revisi yang aku buat.

Cuma sekadar orang yang memiliki rasa yang sama, bukan yang cuma mempermainkan rasa.

Aku mencintaimu.
Kamu berlarilah dariku.

Karena aku tau tak sedikit pun ada rasa darimu. Saat aku bilang aku suka kamu dan kamu menjawab dengan dijemput lelaki itu.

Jangan berikan aku manjamu, jika untuk dialah kamu berikan rasamu. Jangan berikan senyum dekatmu, jika untuk dialah janji setiamu.

Aku tak suka caramu membalas peduliku. Aku tak suka caramu menganggapku. Aku tak suka caramu menatapku.

Aku tak suka caramu untuk tetap menjadi harap bagiku.

Maaf, aku tak tau bagaimana harus mengakhiri. Saat perasaanku sendiri sulit aku hindari.

Maaf, aku tak tau bagaimana harus lupa. Saat hadirmu masih selalu saja aku harap.

Maaf, aku tak tau seperti itu caramu. Aku bukan butuh ajakan berteman darimu.

Komentar

  1. memang susah ya buat 'pindah'
    terlalu setia? ya memang karna sekali cinta harus tetap cinta.
    tapi
    kalo si dia bisa ngasih perhatian ke lebih dari satu orang (kita dan cintanya),
    kenapa kita ga bisa,
    kenapa mesti cuma ke dia
    however, minimal kita setia.
    jomblo yg setia, hahaa..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Padahal Aku Mau Berhenti

Belajar Menghargai Perbedaan dari Transformasi Novel ke Film

Semerbak Semalam