Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Sefiksi Sudut Malam

Ramai, hilir-mudik berlalu begitu saja. Tanpa bintang, hanya asap dari kendaraan. Kamu bilang di sini ramai, Aku mati ditelan kesepian. Terbeban oleh khayalan, Berpelampung pada kenyataan. Tetap tenggelam. Kau mau aku ceritakan bagaimana aku? Aku yang selalu pantas untuk dirimu. Namun, kata tidak selalu sesudah selalu. Aku yang terlalu bocah. Jatuh menangis. Teriris menangis. Bahagia membual. Bibirku yang terlalu kotor untuk mengecup bibirmu yang rasa stroberi itu. Tanganku yang terlalu hina untuk menyentuh tangan cantikmu itu. Langkahku yang sempoyongan untuk berjalan denganmu. Tawamu yang terlalu palsu pada setiap hiburku. Ajakku yang kau iyakan dengan tolakan, dudukku yang sembarangan, mataku yang jelalatan. Pada sebuah sudut malam yang ada di negeri dongeng, Aku memelukku. Pada sebuah sudut malam yang ada di pelupuk senja yang mati, Kamu menekukku. Tertekuk pada kata "ayo" Yang kau jawab, "Tidak harus sekarang, kan?" Padahal aku tahu mak

Rasamu Fatal

Dimuat dalam buku "Nyala Puisi Jilid I". Kamu berharap bisa bilang kerap, garap, gelap, dalam satu tarikan nafas kamu hisap? Kamu malah membuatku makin berpikir ada yang salah. Bagaimana kamu bisa berubah kalau mengubah masih kau tulis merubah. Bagaimana kamu bisa dianggap kalau di mana masih kau tulis dimana. Bagaimana bisa kamu pindah, kalau naik bus saja masih kau bilang naik bis. Bagaimana kamu mengerti kalau tahu saja masih tau. Bagaimana kau bisa peduli, kalau acuh saja katamu tak peduli. Kau bilang kau lebih dari sekedar mencintainya, Padahal sekadar pun kau anggap sekedar. Bagaimana bisa kau memulai, kalau dan saja kau tulis di awal kalimat. Mungkin kau akan bilang, "Jika aku jadi kamu, maka aku tidak akan lakukan itu." Padahal sejatinya jika tidak akan bertemu dengan maka. Kau bilang kau tahu salahmu, padahal kau pun kau bilang kaupun. Kau bilang kau selalu memeluknya sejak kecil, tapi dipeluknya saja kau di peluknya. Tapi, berkat kamu aku tah