Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2016

Move On

Terdengar seperti mudah dilakukan. Bagaimana denganmu? Apa kabar perasaanmu dengannya? Tahukah sejak awal aku sudah menantikan ketidak-ada-sisaan lagi soal rasamu itu? Move on . Pindah. Dari satu tempat ke tempat lain. Temanmu itu bilang aku mesti move on darimu yang tidak bisa move on dari mantanmu. Bagaimana mungkin aku move on kalau tinggal saja aku belum? Bagaimana mungkin aku pindah kalau membahagiakanmu saja belum pernah? Untukmu, mengapa tak mencoba sesuatu yang baru? Untukmu, mengapa tak coba kisah lain kau tulis, kemudian kau lukis? Seberat itukah menyadari aku berharap lebih? Sesulit itukah untukmu berhenti kembali? Aku bahkan tak kehilangan sajak, di kala jejak tak pernah membuatnya darimu kehilangan jarak. Aku bahkan tak berhenti berharap, walau kerap meninggalkannya bagimu berat. Aku bahkan tak pernah lelah jatuh, walau perasaanmu padanya selalu utuh. Bisakah aku minta kau untuk pindah? Bisakah? Bisakah kau lihat aku dari kacamatamu yang berbeda? Aku sudah terl

Ambiguitas Katarsis

Lama rasanya tak bersua dalam tulisan ini. Bukan karena aku sudah bahagia, hanya saja kesedihanku sudah mulai teralihkan. Aku menemukannya dalam makalah Teori Sastra, yang kemudian dijelaskan lagi oleh dosen, katarsis . Banyak definisinya, pembersihan atau penyucian, membiarkan pasien melepas unek-uneknya, dan yang paling aku ingat... pelarian. Katarsis, dalam sastra, adalah pelarian. Tentang bagaimana sebuah buku dapat mengalihkan fokus kita sejenak dari kenyataan. Persis, seperti aku yang bahagia di dekatmu, walau tau kenyataan tak pernah semenyenangkan itu. Timbul lagi ambiguitas. Kenyataan ganda yang menonjolkan satu keinginan. Terlihat melakukan ini, namun ada itu di baliknya. Sekali lagi, persis. Seperti aku yang pernah ingin berhenti di dekatmu, tapi kesepian tak mengizinkanku.Seperti itu juga, jatuh padamu adalah sakit hatiku, dan menjauhimu adalah jerat tali dileherku. Katarsis. Ambigu. Lari, tapi tetap ingin tinggal. Terkadang, bahagia itu tinggal lupakan kenyataan dan

Move in Drama

Akh . . . . Akhirnya aku sadar setelah sekian lama berharap. Hati yang terpaku untuk tak bisa pindah tak akan pernah bisa dipaksakan. Dia seperti aku. Namun, bedanya dia akan kembali dan aku tak akan bisa memiliki. Pasrah saja, upaya seperti apa pun tak akan berbuah apa-apa. Dan akhirnya, aku sadar untuk pindah secepat mungkin sebelum hati berlubang terhempas angin. Kemana? Entahlah, cuma satu tempat yang mungkin bisa membuatku melupakannya. Dia, yang baru saja datang dan membawa sebuah kebohongan yang dia bilang dia masih sendirian. Nyatanya, jarak adalah yang memisahkan mereka. Aku batal unuk pindah. Namun, tetap bertahan pun sama saja. Malah akan lebih terluka. Kita mulai drama, aku akan masuk dalam hidupmu dan mulai melupakannya. Persetan dengan dia yang masih kau panggil sayang. Jauh juga kan? Aku akan ikuti permainanmu untuk mengusir kesendirianku. Aku akan lakukan apa yang awalnya ingin aku lakukan, meski hubungan masih terus kau jalankan. Menjadi yang kedua? Bodoh. Tapi, a

Ini Cerita Gue

Aneh, saat kulihat kembali judul yang aku tulis. Di sana aku menulis gue , sedangkan di rangkaian tulisan ini aku akan menggunakan aku . Serupa, tapi tak sama. Aneh, dengan apa yang aku lalui 5 hari yang Indah itu. Sebuah perjalanan yang diberi judul Praktik Kuliah Lapangan . Padahal yang benar-benar bisa dibilang kuliah hanya satu hari saja, dan sisanya kalian tau sendiri. Apa lagi yang mau dilakukan di Malaysia, Singapura, dan Batam? Awalnya, aku menulis ini untuk membantuku membuat tugas yang diberikan dan membantuku mengingat apa yang dilakukan selama 5 hari itu. Padahal yang aku ingat hanya tertawa bersama dalam bus sepanjang perjalan, keluar malam, bahkan lebih malam dari biasanya, tidur larut setelah berbincang tidak jelas dengan yang lainnya. Tapi, sudahlah, siapa tau aku bisa mengingatkan dengan menulis ini. Malaysia Negara serumpun yang telah banyak melakukan konflik dengan Nusantara. Dengan jalanan yang membelah gunung, gedung besar yang bahkan ada di pinggiran kota, dan