Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2016

Katanya, Hujan Itu....

Katanya hujan itu 1% air 99% kenangan, katanya hujan itu dingin. Namun, kenapa setiap hujan aku malah merasa hangat oleh setiap kenangan?  Bahkan terkadang panas. Katanya hujan itu adalah percikan-percikan kenangan yang jatuh bersamaan, tapi kenapa aku malah lari dari setiap guyurannya? Seperih itukah percikan yang tiba-tiba datang? Katanya hujan itu berasal dari proses penguapan air, tapi kenapa kenangan juga ikut menguap dan jatuh bersamanya? Katanya kamu suka hujan, tapi kenapa berteduh dan secangkir kopi terasa lebih menyenangkan? Semudah itukah kita untuk pindah ke kesukaan yang lain? Kembali lagi, katanya hujan itu percikan kenangan, tapi kenapa tak ada kenangan yang terasa menyenangkan saat hujan jatuh berkali-kali? Bukankah habis gelap terbitlah terang? Lalu kenapa setelah hujan, masih ada kesedihan yang terasa? Lalu, apa salahnya pergi ke perempatan jalan, menatap kosong ke atas, membiarkan semua air itu jatuh membasahi? Bukankah setiap kepedihan hanya akan membuat kita

Dan Pada Akhirnya

Padahal sudah kutahan sekuat mungkin untuk tidak lagi membahas ini, padahal sudah coba aku lupakan untuk tidak lagi mengingat apa pun lagi soal semua ini. Namun, pada akhirnya  aku gagal. Mencoba berlari padahal tetap ingin tinggal, mencoba tinggal, tapi... akh, sudahlah. Awalnya, aku pikir semua akan baik-baik saja ketika aku mencoba tidak lagi membahasnya. Namun, pada akhirnya aku tau kalau aku salah. Aku pikir akan ada yang mendukungku, membantu, atau paling tidak cuma sekadar mendengarkanku. Dan pada akhirnya aku sadar, aku salah. Kami malah seperti kehabisan bahan obrolan. Lebih banyak yang dia kenal, lebih sedikit waktu yang dia gunakan untuk sedikit saja membuat satu topik obrolan panjang seperti dulu. Dan pada akhirnya, aku tau  kalau aku... kesepian. Menjijikan membaca seorang laki-laki menulis seperti ini, tapi sudahlah. Aku akan menjadi seperti bagaimana aku, tertawa tanpa adaa hal lucu. Dan seperti inilah akhirnya aku. Tak pernah berubah. Cuma bias berharap.

Surat Singkat untuk Aku Delapan Tahun dari Sekarang

Memori lama terbuka kembali. 2015... ee... tidak, 2014. Perjalanan panjang tentang putih abu yang terasa begitu cepat. Semua cerita tentang pertemanan, percintaan, pelajaran terangkum dalam satu waktu. Dalam sebuah surat singkat untuk aku delapan tahun dari sekarang. Untuk aku yang saat ini seharusnya sudah dewasa. Apakah masih kau selesaikan masalahmu sendiri? Atau sudah ada yang menggandeng tangan menenangkanmu? Seharusnya sudah ada, jangan membuatku kecewa. Ingat ini mulai dari sekarang, karena aku pikir kau akan melupakan semua kenangan terbaikmu sejalan dengan waktu. Aku menulis ini tanggal 17 September 2016. Dengan ponsel Oppo peninggalan kakakmu, duduk di kursi cokelat di depan televisi, kedua orang tuamu menyaksikan Uttaran yang akhirnya menuju episode-episode akhir. Saat ini aku, kamu di masa lalu, adalah mahasiswa semester tiga yang terancam IPK-nya. Ingat ini lagi. Apakah saat ini kau sudah bekerja? Harusnya sudah, aku tidak pernah berniat merepotkan orang lain terus-teru

Rasa Nostalgia

Kembali ke kampung halaman membawa banyak kenangan. Dari hanya sekadar iseng lewat depan SMA yang, dahulu, tiga tahun aku habiskan waktuku, sampai mampir ke warung bakso kecil yang punya bakso telur paling enak yang pernah aku makan. Warung bakso itu sendiri hanya sebuah tempat makan bakso kecil yang luasnya hanya sekitar 5x5 meter. Cuma ada dua meja makan, satu meja ada yang punya empat kursi dan yang satunya bisa menampung 8 orang. Aku sendiri telat menyadari keberadaan tempat bakso ini, padahal tempatnya sangat dekat dengan sekolahku. Aku baru makan di tempat ini saat aku sudah berada di akhir masa SMA. Saat aku kelas tiga dan Ujian Nasional sudah mendekat. Mungkin sama seperti SMA lain, mendekati UN akan ada yang namanya jam tambahan. Jam tambahan ini dilakukan sekitar 90 menit dengan satu mata pelajaran, entah itu matematika, kimia, fisika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, atau pun Biologi. Dan sela waktu di antara jam reguler berakhir dan waktu jam tambahan dimulai ada sekitar

Gua Ngapain Aja?

Gue suka nulis dan gue pengin banget nerbitin buku. Entah kenapa gue rasa nulis adalah hal keren. Jadi penulis adalah pekerjaan keren. Saat gue SMA, yang punya hobi nulis itu sedikit banget di kelas gue. Karena itu waktu ada tugas membuat cerpen atau yang semacam itu, gue jadi semangat. Dan gue masuk kuliah. Menulis bukan cuma jadi hobi gue, tapi di sini menulis jadi hobi setiap orang. Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Seolah di- judge gue harus pinter nulis, dan emang seperti itu seharusnya. Gue jadi inget cita-cita gue; nerbitin buku, dateng ke Gramedia dan ngeliat nama gue di salah satu sampul buku di sana. Gue akhirnya ketemu dengan temen, cewek , yang sudah mewujudkan apa yang selama ini gue harapkan. Dia sudah menerbitkan sebuah novel. Fall For You. Dia juga sudah masuk di blog ini, iya kalau kalian pernah membacanya. Dia ngasih tips menulis di 20 Tips Menulis dari Penulis Novel Fall For You . Gue suka dia... maksudnya gue suka dengan apa yang sudah dia lakukan.

Bagaimana Kabar Rokok?

Selamat, apa pun warna langit di daerahmu saat ini. Akhirnya, gue ketemu bahan buat nulis. Seperti yang gue bilang sebelumnya , gue gak bakal nulis cinta-cintaan lagi. Kenapa? Kalian harus kenal dulu sama gue biar tau alasannya. Oke, beralih ke topik yang bakal gue bahas. Setelah beberapa hari gue bingung mau nulis apaan, dan gue cuma menghibur diri gue sendiri di kampus dan di kost, gue akhirnya ketemu sama topik ini. Bagaimana kabar rokok hari ini? Sebenernya ini adalah hal yang mau gue tulis di lombai esai yang mau gue ikutin, tapi karena gue pikir temanya sedikit agak melenceng (karena yang mengadakan lomba adalah Fakultas Kesehatan Masyarakat) jadi gue rasa ini bagus juga kalau gue tulis di sini. Ada wacana pemerintah untuk menaikkan harga rokok menjadi Rp 50.000 per bungkus, yang artinya rokok naik sekitar 100%. Hal ini tentu ada alasan. Setiap pemerintah mengeluarkan sebuah perencanaan pastilah ada alasan, yang gak ada alasan itu rasa suka aku ke kamu. Apaan sih. Demi meneka