Bagaimana Kabar Rokok?
Selamat, apa pun warna langit di daerahmu saat ini. Akhirnya, gue ketemu bahan buat nulis. Seperti yang gue bilang sebelumnya, gue gak bakal nulis cinta-cintaan lagi. Kenapa? Kalian harus kenal dulu sama gue biar tau alasannya.
Oke, beralih ke topik yang bakal gue bahas. Setelah beberapa hari gue bingung mau nulis apaan, dan gue cuma menghibur diri gue sendiri di kampus dan di kost, gue akhirnya ketemu sama topik ini.
Bagaimana kabar rokok hari ini?
Sebenernya ini adalah hal yang mau gue tulis di lombai esai yang mau gue ikutin, tapi karena gue pikir temanya sedikit agak melenceng (karena yang mengadakan lomba adalah Fakultas Kesehatan Masyarakat) jadi gue rasa ini bagus juga kalau gue tulis di sini.
Ada wacana pemerintah untuk menaikkan harga rokok menjadi Rp 50.000 per bungkus, yang artinya rokok naik sekitar 100%. Hal ini tentu ada alasan. Setiap pemerintah mengeluarkan sebuah perencanaan pastilah ada alasan, yang gak ada alasan itu rasa suka aku ke kamu. Apaan sih. Demi menekan pengguna rokok di Indonesia, yang bahkan sudah merangsek ke jenjang SD, wacana ini dikeluarkan. Tapi, efektifkah? Mari kita bahas.
Pertama, benarkah jika harga rokok naik, pengguna rokok menurun?
Dari beberapa situs berita yang gue baca, pengguna rokok terbesar itu berada di kalangan ekonomi menengah ke bawah. Bisa jadi pendapat ini benar. Karena para pengguna rokok akan berpikir dua kali, pilih makan atau rokok? Pilih menafkahi keluarga atau menafkahi nafsu? Pilih tirai satu atau kotak nomor lima?
Kedua, rokok naik, maka harga tembakau...?
Nah ini, gue belajar ekonomi cuma waktu kelas satu SMA, jadi kalau ada anak ekonomi di sini dan melihat teori gue salah, tolong dikoreksi.
Harga naik, maka permintaan turun. Jadi, gue bisa bilang kalau harga rokok naik dan pengguna rokok turun karena gak mau beli rokok yang semahal itu, maka permintaan akan tembakau akan menurun. Karena gue sudah baca di beberapa situs, penggunaan tembakau selain untuk rokok masih belum dimanfaatkan dengan baik. Padahal, tembakau bisa menjadi peringan bagi penderita HIV serta penghasil protein anti kanker. Permintaan tembakau yang menurun membuat petani tembakau merugi.
Kenapa harga tembakau tidak naik? Ini juga masih jadi sesuatu yang belum bisa gue jawab dengan pasti. Menurut gue, harga rokok naik dikarenakan biaya Bea Cuka rokok naik. Mirip dengan harga mi instan naik agar anak kost gak cuma makan mi instan, tapi harga tepung tetap. Kenapa? Karena yang naik bukan dari akarnya, tapi langsung dari atasnya. Seperti harga BBM yang naik, BBM digunakan hampir setiap orang, dari tukang ojek sampai petugas pemadam kebakaran. Dengan naiknya BBM, pengeluaran seseorang akan naik juga dan untuk menyeimbangkan pengeluaran itu maka terjadilah kenaikan harga beberapa jenis barang. Sedangkan, rokok bukanlah sesuatu yang dibutuhkan setiap orang, hanya perokoklah yang membutuhkan rokok. Dengan kata lain, tembakau, yang identik dengan rokok, hanya dibutuhkan oleh perokok.
Ketiga, apa kemungkinan lain yang terjadi selain perokok mungkin saja berkurang?
Petani tembakau merugi, mereka harus berpikir untuk mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhannya. PHK pegawai pabrik rokok. Hal ini merupakan imbas dari menurunnya pengguna rokok. Kebutuhan rokok menurun, pabrik rokok kehilangan konsumen, dan laba menurun. Untuk mengantisipasi kerugian, PHK adalah jalan yang mesti dipilih. Dengan dilakukannya PHK pengangguran meningkat, lapangan pekerjaan saat ini sedikit, kejahatan mungkin meningkat juga, banyak anak kelaparan, janda-janda, ibu-ibu, bapak-bapak, semua yang ada di sini. Oke ini berlebihan.
Itu yang bisa gue tarik dari naiknya harga rokok, walau saat ini pun rokok belum naik dan memang sulit untuk menaikkan harga rokok dengan berbagai pertimbangan. Segitu aja catatan baru gue. Ini bukan esai, jadi gue gak perlu nulis kesimpulan. Namun, buat kalian yang punya pendapat lain tentang kenaikan harga rokok, kolom komentar tersedia secara gratis untuk kalian semua. Terimakasih sudah menyempatkan membaca.
Komentar
Posting Komentar