Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Tragedi Cerpen Plagiat

Berhentilah mengikutiku. Cerita pendekmu itu menghalangi kemenanganku. Latarnya hutan, kisahnya cinta, akhirnya bahagia. Kau cuma bedakan tokoh di dalamnya. Aku Zainab dan Ginting, Kau Zubaidah dan Subi. Aku tak suka orang yang mengganggu. Berhentilah terbelenggu dalam harapmu yang nyatanya semu. Asu! Cerpenmu itu, harusnya aku yang menang! Bukan kau yang menulisnya dengan tenang, aku di sini terkekang. Jauh-jauh pergilah. Kau cuma pengganggu. Persetan apa isi hadiahmu. Tak usah sok lugu. Pertemanan kita jelas cuma palsu. Kau mengincar ideku. Menyogokku dengan kado hasil tabunganmu. Aku tak butuh. Cerpenku jelas harus menang! Lalu dapat hadiah jutaan. Berhentilah jadi peniru. Aku sudah merasa terganggu. Kau cuma waktu sengganggku. Namun, kini aku sedang sibuk. Ceritamu, harusnya berakhir seperti yang sudah-sudah. Tak pernah ada rasa bahagia. Disalip. Ditinggalkan tanpa tahu apa alasan. Berakhir dengan sebelah tangan. Cukup seperti itu! Tak usah sok bikin

Kau Tidak Menulis, Kau Hanya Berak

Apa yang dihasilkan seorang penulis? Sebuah karya, entah puisi, cerpen, atau novel. Karya sastra adalah katarsis. Apa yang tidak bisa kita katakan di dunia nyata, bisa kita tulis di dalam karya sastra. Idrus pernah berkata kepada Pramoediya Ananta Toer, “Pram, kamu itu tidak sedang menulis, kamu itu berak.” Apa hubungan menulis dan berak? Kembali ke pertanyaan awal, apa yang dihasilkan seorang penulis? Novel atau kotoran manusia? Karya sastra adalah pelarian dari dunia nyata. Apa yang tidak kita miliki dan rasakan di dunia nyata bisa kita tuliskan dalam karya sastra. Pramoedya pernah berkata, “Kau tahu mengapa aku mencintaimu? Sebab kau menulis.” Apa yang dihasilkan seorang penulis kalau Idrus pun berkata kalau Pramoedya tidak menulis, tapi hanya berak? Menulis adalah proses curhat yang keren. Kita bisa menuliskan apa yang kita rasakan dengan kata yang berseni dan dapat dinikmati. Indah bukan? Lalu Idrus mengatakan kalau itu hanya berak? Mengeluarkan kotoran bekas pencernaan? Buka

Ketika Anak SD Pacaran

Beberapa waktu lalu gue membaca sebuah berita di Line Today. Sebuah berita miris, tapi lucu. Anak SD Tawuran karena Cinta Segitiga . Ada dua hal yang membuat miris, pertama, anak SD sudah tawuran. Mereka belum belajar trigonometri sama geografi, tapi sudah begini? Oke, yang lebih bikin ketawa adalah penyebab tawurannya. Saat SMA, sekolah gue pernah tawuran. Penyebabnya adalah saling singgung saat lomba gerak jalan. Ini masih enak untuk diceritakan, tapi penyebab tawuran antar-SD ini adalah cinta segitiga. What the . . . . Gue SD masih berebutan layangan putus, lu udah ngerebutin cewek. Ini mantap bener. Sebuah perkembangan. Selain itu, gue pernah lihat sebuah video di Instagram. Anak kecil, bicara dengan gaya orang dewasa, seolah lagi main sinetron, ngomong, "Dia itu gak cinta sama kamu, yang cinta sama kamu itu cuma aku." Dek, itu ingus bersihin dulu, Dek. Kacaunya lagi, orang-orang yang nonton itu komentar dan menganggap itu sebagai lucu-lucuan. Ayolah, ini anak masa d

N*

Tersedak Malam ini dia meneleponmu lagi Bercerita sesuatu tadi pagi Dan kau mendapati dirimu jatuh hati Tak bisa mundur kembali Setiap senyumnya buat rasamu bertambah Tapi satu hal yang buat kau begah Dia tak mungkin kau pamerkan dengan gagah Dan kau terlanjur tak bisa untuk pindah Kau bukanlah yang dia pamerkan dalam nyaman Kau bukanlah yang dia kabar setiap siang Kau bukanlah yang dia genggam dia setiap jalan Kau hanya telinga yang mendengar setiap ceritanya Kau hanyalah bibir yang menanggapi keluhannya Kau hanyalah mata yang melihat kebahagiaan dia dan kekasihnya Kau bukanlah apa yang dia harapkan Dia hanya tak ingin kesepian Maka berhentilah jatuh lebih dalam Kalau tak mau rasamu berakhir kelam Dia adalah segala yang kau butuhkan Lebih dari yang dia rasakan Berhentilah berkhayal terlalu liar kawan Dia cuma tak suka kesepian Dan kau berharap berlebihan Maka pikirkanlah untuk berhenti Sebelum tak bisa kau bedakan jatuh cinta dan sakit hati *N= Nitrogen

Labrinth

Aku cemburu pada hujan, Dia menyentuh kulitmu lebih dekat dari yang pernah tanganku lakukan Tapi, itu cuma salin tempel Aku lebih cemburu dari itu Aku cemburu pada suasana hatimu Yang tiba-tiba berubah saat kita sedang satu Aku cemburu pada ponsel Yang dengannya rasa rindumu kau sampaikan Bukan padaku Yang pasti bukan padaku Aku cemburu pada suasana hatimu yang berubah Lalu dengan ponsel kau sampaikan lewat siaran di sosial media Aku cemburu pada lelapnya tidur Yang berakhir dan harapanku gugur Aku cemburu pada rasa cinta Yang akhirnya muncul di tempat dan suasana tak tepat Kau kembali pada suasana hatimu yang baik Setelah rasa rindu kau sampaikan pada dia yang dapatkan kau dengan berbagai teknik Jadi, aku cemburu Di sela ambil kesempatan, 24 November 2017 Terserah, aku tak pernah menyesal mencintaimu.

Kepada Kematian Tersayang

Kalau kita bunuh diri , kita akan ke mana ya ? Temannya hanya tertawa. Setelah itu temannya menyesal. Orang tuanya bingsal.

Kau Sebenarnya Cinta Siapa?

Pulang ini hujan lagi. Kau mulai berteduh di warung kopi tua itu. Kau melamun mengingat kenangan yang telah lewat dan tersenyum manis. Setelah itu kau menggerutu kenapa hujan tidak juga usai. Jadi, sebenarnya kau cinta siapa? Hujan memberimu senyum, tapi kau menggerutu. Kemarin sore kau kumpul dengan temanmu. Lalu, panggilan salat memenuhi ruangan. Kau pergi salat berjamaah dengan langkah pasti. Tadi azan ashar bersahut lagi. Kau sendirian di kamar mandi. Ambil handuk, berbasuh, lalu tidur. Jadi, kau cinta siapa? Tuhanmu atau teman-temanmu? Pagi tadi kau pergi dengan mobil ayahmu. Bersama pacar yang sangat sulit kau dapatkan. Senyum lebar kau umbar. Lalu, pulang dan bensinmu habis. Kau salahkan mobil yang kau bilang boros dan tidak bisa diandalkan. Jadi, sebenarnya kau cinta siapa? Bensin mobilmu atau pacarmu itu? Kemarin kau berbincang sampai larut malam di panggilan dengan ponsel mahalmu dan tidur tanpa sadar. Pagi ini kau bilang, "Ah, baru saja isi pulsa.&quo

Nostalgia Masa Depan

Fotomu muncul dalam beranda Facebookku. Entah kenapa ada keinginan untuk membuka kembali sosial media yang mulai berjamur itu. Tanpa terkomando aku mencari namamu di kolom pencarian Melihat apa yang kau pernah lakukan Dan apa yang kita lakukan Sebuah ucapan selamat ulang tahun bahkan semenjak kita belum saling kenal Sampai kita dua tahun dalam satu kelas Dari saat kita tertawa bersama Sampai kau tidak keberatan kalau kita jadian Semua berakhir dan kita hanya senyum di setiap papas tak sengaja Aku tak tahu berapa kali cemburu Dan berapa kali sulit untuk menahan rindu Yang aku tahu kau mau menerimaku Cukup Ucapan selamat ulang tahun terakhir padamu tahun lalu Cuma kau jawab sedikit diikuti emoji senyum Padahal sebelumnya kita saling melempar jawab dalam komentar dan aku tak berharap cepat kelar Ucapan selamat ulang tahun yang mungkin tidak akan keluar lagi dalam tulis dan ucapku. Pada foto kronologi itu, aku ingat kita tak banyak berfoto Kita sungkan dan kamera ponsel k

Semerbak Semalam

Malam telah larut Dan kau masih terpaut Pada sebuah wajah dan raut Yang menurutmu dia masih patut Kau masih tak mau pindah Padahal nyata sudah buat kau begah Kau berkelit dan bilang, "Ah aku masih betah." Aku hanya menatap purnama Yang mirip wajahmu semakin lama Mana mungkin aku bisa lelap Kalau dalam sehari aku tak tahu kabarmu dalam gelap Semua rasa ingin itu mulai menyetubuhiku Memasuki tubuhku sampai ke setiap lekukku Aku ingin dia juga setubuhimu Agar kau akhirnya tahu Agar kau dipaksa menikmati Dan kita bisa saling mengerti. Dalam balutan sulit tidur , 7 November 2017

Berswacintalah dengan Bahagia

Cinta itu maya Kalau kau tidak memiliki Cinta itu nyata Kalau kau dia miliki Lalu, maya dan nyata apalah bedanya Ya bedalah. Memang otakmu selutut? Apa cinta memang patut menurunkan keningmu ke lutut? Berusaha penuh agar dia manggut-manggut? Apa bedanya nyata dan maya Kalau akhirnya kau berharap cinta dan berkode di sosial media? Unggah-hapus-unggah-hapus Unggah lagi, dia melihat lalu hapus Sampai kapan? Sampai dia tergugah dan mencintaimu setengah mampus? Selamat! Kau mendapatkan dia Setelah beberapa kali kasih hadiah Lalu apa? Berjalan, telepon sampai larut malam, bikin catatan harian lalu unggah di instagram. Kau dan dia masuk dunia penuh suka dan kabung Setelah beberapa kali putus dan nyambung Kini kau dan dia sudah berasa nyaman Dan rasa percaya sudah tak perlu dipertanyakan Selamat! Akhirnya kalian menikah Punya anak dan berbahagia Kalian namai dia Fenita atau Laksmi Atau mungkin Afranto. Lalu, bagaimana jika dia sudah tolak kau dari awal? Maka, selamat

Pada Sebuah

Pada sebuah ingin aku selipkan angan Pada sebuah kata aku titipi jangan bicara kasar Karena tangan tak tahu kapan jadi tangan panjang Dan mulut tak tahu kapan jadi mulut ember Pada sebuah rindu aku pesan ingin bertemu Pada sebuah tanggungan aku ingin bukan sekadar jawaban Karena cinta tak tahu kapan jadi rasa duka Dan hati tak tahu kapan jadi murah hati Sebab seribu murung aku sembunyikan dalam semringah Agar kau tak tahu aku mengingikanmu pada sebuah….

Aku Ingin Mencintaimu dengan Sangat Sederhana

Aku ingin mencintaimu dengan sangat sederhana. Cukup aku mencintaimu dan kamu mencintaiku. Tak perlu bawa-bawa kayu, api, dan abu. Tak perlu repot cari tahu isyarat kayu pada hujan. Cukup aku ingin kamu di sampingku dan kamu tidak keberatan dengan itu. Tak perlu bawa-bawa personifikasi, Atau kata-kata yang sulit dipahami. Aku ingin mencintaimu dengan sangat sederhana. Cukup aku tahu kalau kamu benar-benar mau aku. Tak perlu bawa-bawa buku Hujan Bulan Juni. Atau kalau tidak bisa, Aku ingin mencintaimu dengan sedikit lebih sederhana, Cukup kamu tidak berikan harapan yang berlebihan.

Kacamata, Daun Telinga, dan Batang Hidung

Di sebuah rumah tinggalah setetes kacamata Dia sendiri Kadang bertiga Dengan daun telinga dan batang hidung Aku dengar cerita darinya Keluar dari lensa kacamata yang kiri Dia berharap pada daun telinga kanan Dia selalu ingin pergi ke sana Aku juga dengar cerita dari lensa kacamata kanan Dia mencintai daun telinga kanan Dia tidak mau berpisah dari daun telinga kanan Aku dengar cerita dari daun telinga kanan Dia juga mencintai lensa kacamata kanan Dia tidak ingin berpisah Sejenak berpisah lalu bertemu lagi Aku dengar cerita dari batang hidung Dia bilang kalau daun telinga kiri menyukai lensa kacamata kiri Tapi, itu dulu Sekarang aku tak tahu Aku datang mengambil setetes kacamata itu Menjatuhkannya dengan lembut Menginjaknya keras dengan pantofelku Supaya mereka mati dan berhenti bercerita tentang cinta lagi

Aku Mau

Aku mau buat puisi Tapi bingung tentang apa Tentang cinta Atau menentang pemerintah Aku mau jatuh cinta Tapi bingung pada siapa Pada dia yang cinta temannya Atau padahal percuma saja jatuh cinta Aku mau jadi penulis Tapi bingung mau menulis apa Menulis kisah nyata Atau menu list dalam restoran yang kau suka Aku mau jadi kaya Tapi bingung mau kerja apa Kerja di depan komputer Atau meng- kerja-kerja kau sampai dapat Aku mau ini Itu juga mau Tapi bingung apa maumu Apa aku egois?

Apa yang Membuatku Menulismu Lagi

Apa yang membuatku menulismu lagi? Bukan siapa, tapi apa. Bukan seorang wanita, tapi sebuah rasa suka. Jadi, kuulangi, apa yang membuatku menulismu lagi? Atau lebih tepatnya, apa yang membuatku menulisimu lagi? Dia bertanya tentang bagaimana aku menulis kalau suasana hatiku buruk. Dia siapa? Tidak penting, cukup aku yang anggap dia penting. Tidak usah sampai di Instagram namanya kau keruk. Aku menjawab, "Aku akan keluar jalan-jalan sambil mendongak melihat awan." Dia mengangguk-angguk. Aku kehilangan frasa, kualihkan dengan melihatnya, serasa kikuk. Jadi, kenapa jalan-jalan? Sebab, aku bisa melihat banyak orang. Ada yang makan ramai-ramai dengan temannya. Ada yang singgah sebentar untuk membeli makanan, lalu dibawa pulang. Ada yang makan sambil berduaan. Ada yang menunggu di depan kos pacarnya dengan tangan membawa makanan. Aku ingin mengajaknya melihat semua itu. Namun, itu nanti. Entah nanti, entah tidak sama sekali. Jadi, apa yang membuatku menulismu la

Sebuah Tatap dengan Si Kurus

Aku baru bilang dia kurus, padahal ternyata dia lebih berisi dari aku sendiri. Joko Pinurbo. Aku mengetahui namanya secara tidak sengaja. Saat aku mencari nama Sapardi Djoko Damono di Youtube. Ya...  memang siapa yang secara niat mencari nama Joko Pinurbo, padahal Sapardi lebih terkenal, atau Chairil Anwar sekalian. Pada salah satu video, aku melihat wawancara Sapardi dan seorang kurus, aku bilang kurus lagi karena aku belum melihatnya secara langsung saat itu, berbicara tentang puisi. Jokpin, nama yang tertulis di judulnya, membacakan sebuah puisi. Puisi dengan kata yang hanya dibolak-balik, diacak, disamarimakan. Puisi dengan judul Kamus Kecil . Puisi yang dalam video itu dikomentari oleh Sapardi Djoko Damono yang punya Hujan Di Bulan Juni. Dia bilang, kalau puisi adalah nyanyi. Puisi itu harus dinyanyikan. Sapardi tidak membahas makna, bahkan dia bilang tidak mementingkan makna dalam Kamus Kecil. Entah karena puisi itu lebih enak didengar rimanya atau memang Kamus Kecil tak per

Tips Jadi Mahasiswa Baru Jilid 2. Tips nomor 8 ternyata bikin senior....

Saya baru akan masuk semester lima. Gak penting, cuma jadi penunjuk kalau saya sudah menuju tua. Tips jadi mahasiswa baru ini adalah jilid kedua, jilid pertama yang sudah dibaca sebanyak 200  kali oleh saya sendiri bisa dilihat di sini atau yang ini. Terserah mau klik yang mana karena, toh , pranulanya sama aja itu. Saya sengaja bikin click bait alias pancingan biar diklik. Paling tidak ikut-ikutan kekinian. Oke, langsung menuju tips yang pertama. 1. Yakinkan diri kalau anda sudah berada di fakultas yang tepat. Maksudnya, jika kalian anak pertanian jangan masuk ke fakultas kedokteran. Nanti kalian salah belajar. Walau kalian pengin masuk kedokteran, tapi jangan terlalu maksa. Masuk ke fakultas kedokteran bukan berarti kalian jadi mahasiswa kedokteran. 2. Jangan pernah ngomongin senior di belakang . Pernah denger kalau senior adalah dewa? Kalau belum pernah sini kasih nomor telepon kalian, nanti saya telepon dan bicara dengan lembut, "Senior adalah dewa, senior adalah dewa.

Padahal Aku Mau Berhenti

Kamu tahu yang kau cintai tak cintai kau Kamu tahu yang kau anggap peduli peduli ke semuanya. Menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis. Tanpa ada kata sudah. Padahal kau bilang dalam dirimu mau berhenti. Munafik! Apa lagi yang kau mau? Kau tunggu apa lagi? Dia begitu ke semuanya Dan ke semuanya dia tidak punya rasa Jadi, ke mana kau mau pergi? Tali yang menjerat leher, racun tikus, atau gedung tinggi? Menulis adalah proses belajar. Belajar bukan mengulang kebodohan. Apa guna kau menulis sekarang? Jadi, mau ke mana kau mati? Sakit hati atau pindah ke lain hati? HAHAHAHAHAHAHA mana mungkin kau bisa. Kamu hidup abadi selamanya dalam tulisanku sampai nanti ada yang membaca dan merasa buat apa dia abadi, buat apa kau menulis.

Tentang Hujan yang Tak Lagi Spesial

Bisakah aku menulis lagi sekarang? Tepatkah waktunya? Tentang sebuah hujan yang terlalu sering turun membasahi setiap jengkal tanah kering yang menjadikannya basah, tentang hujan yang dipandangi untuk mengusir kesepian, tentang rasa yang entah apa lagi deskripsinya. Entah telah berapa lama hujan datang tanpa aku suruh. Entah sudah seberapa basah aku di tengah rintik yang mengguyur. Entah seberapa betah kau berteduh di bawah hangatnya si payung ungu. Aku terus saja berdiri, membiarkan rintik demi rintik jatuh membasahi. Aku bahkan lupa bagaimana rasanya kering. Aku tak tahu lagi aku sudah basah atau mulai kering. Persetan dengan aku, kau pandangi hujan tanpa tahu benarkah hujan sedang turun. Persetan dengan waktu, kau masih berteduh di bawah payung ungu bersenyum lucu itu. Tidak lucu! Cuma kau yang bilang itu lucu. Basah kuyup tidak pernah lucu. Memangnya dengan hujan ini kau pernah sekali saja acuh? Aku melihat tanganmu mengulur menadah hujan. Kau lihat bibirku tersenyum? Aku lihat

Sefiksi Sudut Malam

Ramai, hilir-mudik berlalu begitu saja. Tanpa bintang, hanya asap dari kendaraan. Kamu bilang di sini ramai, Aku mati ditelan kesepian. Terbeban oleh khayalan, Berpelampung pada kenyataan. Tetap tenggelam. Kau mau aku ceritakan bagaimana aku? Aku yang selalu pantas untuk dirimu. Namun, kata tidak selalu sesudah selalu. Aku yang terlalu bocah. Jatuh menangis. Teriris menangis. Bahagia membual. Bibirku yang terlalu kotor untuk mengecup bibirmu yang rasa stroberi itu. Tanganku yang terlalu hina untuk menyentuh tangan cantikmu itu. Langkahku yang sempoyongan untuk berjalan denganmu. Tawamu yang terlalu palsu pada setiap hiburku. Ajakku yang kau iyakan dengan tolakan, dudukku yang sembarangan, mataku yang jelalatan. Pada sebuah sudut malam yang ada di negeri dongeng, Aku memelukku. Pada sebuah sudut malam yang ada di pelupuk senja yang mati, Kamu menekukku. Tertekuk pada kata "ayo" Yang kau jawab, "Tidak harus sekarang, kan?" Padahal aku tahu mak

Rasamu Fatal

Dimuat dalam buku "Nyala Puisi Jilid I". Kamu berharap bisa bilang kerap, garap, gelap, dalam satu tarikan nafas kamu hisap? Kamu malah membuatku makin berpikir ada yang salah. Bagaimana kamu bisa berubah kalau mengubah masih kau tulis merubah. Bagaimana kamu bisa dianggap kalau di mana masih kau tulis dimana. Bagaimana bisa kamu pindah, kalau naik bus saja masih kau bilang naik bis. Bagaimana kamu mengerti kalau tahu saja masih tau. Bagaimana kau bisa peduli, kalau acuh saja katamu tak peduli. Kau bilang kau lebih dari sekedar mencintainya, Padahal sekadar pun kau anggap sekedar. Bagaimana bisa kau memulai, kalau dan saja kau tulis di awal kalimat. Mungkin kau akan bilang, "Jika aku jadi kamu, maka aku tidak akan lakukan itu." Padahal sejatinya jika tidak akan bertemu dengan maka. Kau bilang kau tahu salahmu, padahal kau pun kau bilang kaupun. Kau bilang kau selalu memeluknya sejak kecil, tapi dipeluknya saja kau di peluknya. Tapi, berkat kamu aku tah

Fiksi Mini : Dering

Dering panggilan darinya benar-benar mengganggu. Aku tidak tahan lagi mendengarnya. Akh ... harusnya aku tidak mengubur ponsel itu bersama jasadnya.

Untuk Si Sepatu Biru Kecil

Entah berapa kali kita bertemu, entah berapa kali aku berpikir untuk menulismu dalam goresanku. Tentang kamu si sepatu biru kecil yang berderet manja dalam rak sepatu di perpustakaan. Aku selalu membayangkan seperti apa pemilik kaki mungil yang masuk ke dalam dua lubang mungil yang kau miliki. Seberapa jauh tinggiku dengannya, seberapa manis lengkung senyum di bibirnya, seberapa tajam dan memikat kedua jernih bola matanya. Namun, saat kamu kutinggalkan, tidak ada yang sama seperti yang aku bayangkan dalam ruangan itu. Entah yang mana pemilikmu. Aku tidak tahu apakah itu kamu yang aku temui atau sepatu modelmu sedang laku di pasaran. Warna biru muda dengan tali putih dan lengkungan merk di sisinya. Yang pasti aku tidak pernah dapat membayangkan pemilikmu secara utuh. Cuma satu demi satu bagian wajah yang bersatu malah membuat bayangan lain. Sepatu biru kecil itu masih bertengger di sebelah sepatu kusamku yang lebih besar. Tidak ada sepatu laki-laki di sekitarmu. Apakah itu artinya kau

Dualisme interpersonal

Pada akhirnya bakal ada rasa sadar diri Bukan berarti mesti rendah diri Kau cuma menyadari Selama ini hanya berjuang sendiri Pada pahit mana lagi kau tersenyum manis? Hingga senyum berada dalam tangis Huft.... Kau peduli pada sesuatu yang tak tahu kau peduli Kau berharap pada sesuatu yang patahkan semua sayap Kau mengejar pada sesuatu yang harusnya kau hajar Jatuh pada bangun yang kau paksakan Bahagia cuma kata kerja setelah seakan-akan Kau lara pada setiap percikan canda tawa Kau lari, padahal tahu sudah jatuh berkali-kali Kau perhatian, pada hati yang selalu mengejekmu, "Oh kasihan." Mau berapa lagi kau habiskan? Kau berdoa padahal tahu tak pernah terkabulkan Bodoh kan? Kau berdoa tentang sesuatu yang buat kau dicampakkan. Mau bilang apa lagi? Jodoh di tangan Tuhan? Ambil kaca dan teriak, "Jodoh di tangan Tuhan, jodoh di tangan Tuhan." Sambil membayangkan dia dan kekasihnya bermesraan Tak perlu konotatif Pada jiwamu yang kampret, sungguh naif

Jadi, Kapan?

Aku pernah mendengar pertanyaan darinya. Tentang bagaimana jika. Pertanyaan yang aku jawab dengan mana mungkin ada. Aku terlalu lama bergelut dalam cerita panjang dengan tokoh berkarakter dia. Sehingga lupa dunia nyata, lupa kalau aksara belum pernah jadi nyata. Dia juga tidak menjelaskan tentang bagaimana jika itu, aku tidak tahu maksudnya. Aku yakin tak ada makna dalam, cuma obrolan pengusir keheningan. Jika memang ada, aku ingin dia. Jika bukan, sudahlah, aku malas berjuang. Hampir tiap malam, tapi tetap tak ada perasaan. Sebegitu kuat dia melapisi hatimu. Berkali-kali aku bilang, tapi kau cuma terseyum marah dan menghilang. Aku jujur, kau biarkan aku tercebur. Jadi tentang pertanyaanmu, bagaimana jika, aku ingin menjawab bagaimana kalau? Tapi kapan jadi kenyataan? Aku cuma berselimut dalam harapan. Harapan yang muncul dalam pikiran dan kenyataan. Bagaimana jikamu, mungkin akan jadi bagaimana kalauku. Lalu, dengan penuh harap di mataku, aku bertanya, "Jadi, kapan?

Bukan Apa-Apa Bukan untuk Siapa-Siapa

Kau berhasil dapat hatinya Aku berhasil dapat senyumnya Kau berhasil dapat perhatiannya Aku berhasil mengalihkan pikirannya Kau berhasil menggenggam tangannya Aku berhasil menatapnya Kau berhasil memilikinya Aku berhasil mengharapkannya Kau belum berhasil Aku belum gagal Kau tarik semua miliknya Aku tarik semua perasaannya Kau bisa Aku kalau bisa Kau puas mendengar suaranya Aku puas menemani menjelang tidurnya Kau adalah impiannya Aku selalu memimpikannya Dalam bait yang kapan jelas dan singkat Dalam kedip yang buat senyumnya dalam kepala melekat Aku bergumul dengan tiap bahasa dan keinginan bersamanya. Tidak seperti kau yang bergumul dengannya penuh canda tawa Siapa aku? Kau juga belum siapa-siapanya. Masuk dalam jurang yang tak bisa kita panjat. Sama, kita bisa panjat jurang itu. Kita sama-sama terlalu bahagia dalam jurang yang sama. Bedanya, masalah yang kita hadapi beda. Kau dan dia Aku kepadanya Patahkan senyumnya padamu Serahkan itu padaku Kalau bis

Bukan Apa-Apa

Terkadang aku ingin menulis panjang Tapi, tidur lebih menyenangkan Siapa tahu aku bisa dalam maya bertemakan Denganmu lagi berdua bergandengan

Bukan Untuk Siapa-Siapa

Semua deret sapamu membuktikan Kalau aku muncul, kau sedang kesepian Aku terima itu, tentu tidak terima Sekarang aku coba jauhimu Agar saat kesepianmu, aku tak ada bagimu Tapi, sekarang aku yang sepi Sedang kau dengan dia tertawa haha hihi

Untuk Kali Ini, Jangan Pedulikan

Lihat hujan turun lagi, kau lihat kan? Aku yakin kau lihat. Goresan jawaban yang kau tuliskan saksinya. Tapi peduli apa kamu dengan aku. Dan peduli apa aku dengan bahasaku. Jarang lagi kamu aku tuliskan. Percuma lah, kau juga tidak peduli kan? Perlahan penghapus bergerak dari ujung kuku kakimu. Wajahmu masih alihkan pandanganku. Perasaanku masih jauh menggapaimu. Perlahan pun aku berharap berganti. Dia sedang sendiri. Siapa? Entahlah, tak juga aku kenali. Jangan hiraukan bahasaku. Aku tidak pernah mengerti ini. Baru saja dia pergi. Siapa? Entahlah, aku tidak mengerti. Jangan acuhkan apa yang sedang aku tulis ini. Jauh hari, jauh harapanku lebih dari hitungan hari. Bagaimana? Padam? Apa? Kau coba balas dendam? Siapa? Entah, jangan pedulikan yang aku utarakan. Pertanian. Apa ini? Tenang, cuma teringat dia yang pernah nyaris jadi satu-satunya. Jangan pedulikan. Kita pernah jatuh cinta, kita pernah sakit hati, dan kita tahu kalau kita tidak pernah tertakdirkan berjodoh

Masuklah, Jatuh Cinta Menunggumu

Apa yang kau tunggu? Punya tiket kan? Ee... punya perasaan kan? Atau cuma main-main saja? Sudahlah, nanti dulu yakinkan itu. Dia menunggumu. Si perasaan itu, tunjukkan saja, jangan malu. Tinggal buka pintu, jangan ragu, dan berikan petunjuk soal rasamu. Jangan khawatirkan penampilanmu, asal bisa bisa buatnya nyaman, dia milikmu. Salah, coba saja kau manfaatkan momen kemarin. Tunjukkan saja. Gender tidak buat kau jadi masalah. Dia tidak mendukung emansipasi, tapi keberanian adalah hal yang buat dia pasti. Mendekatlah sedikit lagi, dia bisa memberikan kursi empuk untukmu. Mudah kan, tinggal buka pintu biru atau hijau itu, lalu kodekan perasaanmu. Kalau kau tahu dia menunggu seseorang, masuklah dan kacaukan apa yang dia tunggu. Yakin, dia tidak mempermasalahkan itu. Dia tidak akan pindah kalau tidak ada perasaan lain yang dia rasa akan singgah. Buat dia pindah! Buat kau singgah! Jemarimu terlalu lucu dan sulit dimengerti. Dia tidak sehebat itu, dia tidak sekuat itu. Masuklah, kau tid

Jeda dan Pindah

Ada beberapa hal yang sepertinya sulit dilupakan. Hahaha, kalimat pertamanya saja sudah mengingatkanmu akan seseorang kan? Bagaimana jika aku menguatkannya lagi. Kapan terakhir bertemu? Kemarin? Minggu lalu? Bulan lalu? Atau sudahlah, biarkan dia berlalu? Ada apa dengan dia? Kenapa hanya dengan kata sulit dilupakan dia malah masuk dalam ingatan? Harapan yang kau tabur ternyata terhenti di tengah jalan, lalu entah kenapa taburan itu malah muncul jadi tanaman. Semakin besar, tinggi, namun sayang tak bisa kau rawat lagi. Tanpa sengaja kau lihat fotonya di lini masamu. Entah kenapa temanmu mengunggah foto yang ada dia dan kenangannya. Tiba-tiba kau masuk dalam pintu yang berisi ratusan pigura yang berisi gambar kau dan dia dahulu. Dengan judul di bawahnya, entah kata yang kalian ucapkan atau kata yang tertahan di antara ketidakberanian. Kau berusaha keluar dari ruang itu. Membuka satu per satu pintu yang nyatanya malah berisi jalur masuk kenangan yang lain. Penyesalan, kebahagiaan, pen

Senja di Universitas Sriwijaya

Walau punya warna yang sama dengan UI, kami tentu tak seelegan mereka. Meski lebih luas dari UGM, kami tentu tak semenarik kota pelajar. Tapi, kami punya langkah yang yang sama semenjak A terpampang di lembar akreditasi kami. Persetan dengan itu, Unsri punya banyak hal lain yang patut dituliskan. Terluas di Asia Tenggara, terbesar di Sumatera Selatan. Kami punya cerita menarik di sore hari. Datang-datanglah ke Unsri sekitar jam setengah lima sore sampai menjelang maghrib. Di saat beberapa mahasiswa baru menyelesaikan kegiatan, di depan Auditorium dan Rektorat. Saat matahari sedang sendu-sendunya, saat orang-orang berlari ringan mengitari jalan, saat bola-bola futsal ditendang sampai penat. Di sanalah keteduhan mungkin terasakan. Dengan manisnya wanita-wanita berpipi chubby dan balutan kacamata, dengan teduhnya wanita-wanita berjilbab panjang, atau dengan perpaduan antara keduanya. Jangan berjalan sendiri, karena pada akhirnya kalian cuma bakal iri dengan mereka yang berlari sambi

Soal Kamu, untuk Kesekian Kali.

Kerap ada luka yang tersenyum dipaksa lupa. Ada harap yang dikubur dalam sekali garap. Ada hujan yang dipaksa teduh oleh pujian. Terlalu tak adil, jika memaksa hadir. Terlalu rancu, jika terus dipacu. Terlalu jemawa ketika kita tertawa. Kamu adalah hujan yang datang bersama harap yang terkubur dalam luka yang dipaksa lupa. Kamu adalah ciptaan nyaris sempurna yang ketidakadilan Tuhan buat untuk membuat hati tertawa teriris luka. Kadang, kamu adalah pecut yang membuat nyaliku kecut. Kadang, kamu adalah lupa yang selalu aku bawa-bawa. Kadang, kamu adalah aku yang tak pernah bisa dalam hatimu membuat kandang. Terbawa emosi yang longsor bersama erosi dalam keinginan untuk bisa memiliki. Tidak mungkin. Mungkin... TIDAK! Tolong, buat hatiku tak lagi melolong.

Soal Senja yang, Sudah, Aku Bosan

Percayakah dirimu akan keindahan dari sebuah pelangi? Berharap di ujungnya ada harapan yang bisa kau andalkan? Padahal cuma tetes-tetes air, sisa-sisa hujan. Percayakah dirimu dengan warna-warni yang bisa menenangkan itu? Berharap kau bisa tidur santai didekapnya? Padalah cuma cahaya maya, yang kau dekati lalu menghilang. Percayakah dirimu ada ruang yang bakal indah di ujung perjuanganmu? Berharap hanya dengan setia kau akan bahagia? Padahal hanya raung-raung penderitaan yang terlalu tinggi bergantung di harapan. Percayakah keindahan senja itu menenangkan diri? Berharap ada yang baik datang setelah hari berganti. Padahal senja saja tak mampu menemani sampai lelapmu. Sebab sejatinya senja tak mampu menghapus air matamu, kau hanya membiarkannya mengalir sampai senja meninggalkanmu sendiri. Senja memberimu kehangatan hanya untuk membuatmu penuh harapan. Lalu dijatuhkan, saat dingin bersama gelap malam dia datangkan. Sebab sejatinya senja tak pernah mampu membuatmu bahagia, saat