Jeda dan Pindah

Ada beberapa hal yang sepertinya sulit dilupakan. Hahaha, kalimat pertamanya saja sudah mengingatkanmu akan seseorang kan? Bagaimana jika aku menguatkannya lagi.

Kapan terakhir bertemu? Kemarin? Minggu lalu? Bulan lalu? Atau sudahlah, biarkan dia berlalu?
Ada apa dengan dia? Kenapa hanya dengan kata sulit dilupakan dia malah masuk dalam ingatan? Harapan yang kau tabur ternyata terhenti di tengah jalan, lalu entah kenapa taburan itu malah muncul jadi tanaman. Semakin besar, tinggi, namun sayang tak bisa kau rawat lagi.

Tanpa sengaja kau lihat fotonya di lini masamu. Entah kenapa temanmu mengunggah foto yang ada dia dan kenangannya. Tiba-tiba kau masuk dalam pintu yang berisi ratusan pigura yang berisi gambar kau dan dia dahulu. Dengan judul di bawahnya, entah kata yang kalian ucapkan atau kata yang tertahan di antara ketidakberanian.

Kau berusaha keluar dari ruang itu. Membuka satu per satu pintu yang nyatanya malah berisi jalur masuk kenangan yang lain. Penyesalan, kebahagiaan, penyesalan akibat kebahagiaan yang dipaksa....

Ruang itu bukan labirin, hanya kau saja yang membuatnya rumit. Kau coba mengambil kertas, menggambar sosok lain, tapi dia malah kau jadikan latar belakang. Pintu yang kau buka perlahan menghilang. Tunggu! Kau belum bisa keluar! Bahkan masih ada pintu yang belum kau coba.

Hilang! Percuma sudah berlari. Tinggal tiga pintu itu lagi. Satu yang kau gunakan masuk, satu lagi yang berisi kenanganmu, dan sisanya, entahlah, belum pernah kau coba buka.

Yang mana? Apa pintu pertama? Pintu yang kau gunakan untuk masuk itu. Kau mau kembali lagi ke sana? Tenang, aku akan menyambutmu lagi dengan berkata,

"Ada beberapa hal yang sepertinya sulit dilupakan. Hahaha, kalimat pertamanya saja sudah mengingatkanmu akan seseorang kan? Bagaimana jika aku menguatkannya lagi."

Lalu kau akan mengingat kenanganmu bersamanya. Tiba-tiba temanmu mengunggah foto yang ada wajah dia. Seolah telah lama tidak bertemu, kau ingin bicara panjang lagi dengannya. Akhirnya, aku tahu, kau akan berlari masuk ke sebuah ruang. Di sana ada ratusan pigura berisi foto kau dan dia. Kau mau keluar? Ada tiga pintu. Satu baru saja kau buka, yang kedua berisi semua penyesalan dan kebahagiaan, atau perpaduan keduanya, sisanya entahlah, kau belum membukanya.

Mau ke mana? Kembali lagi? Aku tetap akan bicara seperti tadi. Oke, masuklah lewat pintu kedua. Kau bertemu dia lagi! Kau mengulangi cerita yang dulu kau ukir. Sampai satu titik kau ingat apa yang membuat dia menjadi kenangan bagimu. Dia mengulangi itu lagi. Marah, sedih, kecewa. Perasaan itu menghampiri tiap senja. Kau terpukul, berlari kembali ke pintu yang tadi.

Sebuah ruang dengan ratusan pigura yang berisi foto kau dan dia. Pandangilah. Sudah? Puas? Mau coba pintu terakhir yang belum kau buka? Atau mau kembali ke pintu pertama? Aku akan menyambutmu lagi. Berbicara tentang seseorang yang sulit kau lupa, kau berlari, dan masuk lagi ke ruang penuh pigura yang berisi foto kau dan dia. Lagi, dan kembali lagi.

Jadi, bagaimana? Duduk di sana dan tidak mengubah jalan atau coba buka pintu ketiga? Mungkin di sana berisi sesuatu yang berbeda. Entah kebahagiaan, kesedihan, kerinduan, atau sesuatu yang lebih pekat. Mungkin di sana aku akan menyambutmu juga. Namun, dengan kata yang berbeda. Kata apa kau tanya? Entahlah, aku tidak tahu. Kau belum mencobanya kan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Menghargai Perbedaan dari Transformasi Novel ke Film

Jika Finding Nemo ada Sekuel Ketiga, Apa Judulnya?

Kimi No Iru Machi, A Town Where You Live