Imaji Pura-Pura

Kali ini hujan terasa turun dengan malu-malu. Seperti ingin jatuh, tapi berkata, "Tunggu dulu." Berbeda dengan malam yang datang dengan tiba-tiba. Berkata lantang, "Aku sudah saatnya."

Seperti perpaduan antara keduanya, hujan menciptakan malam yang lebih dingin dari biasanya. Kalau saja kau tahu, aku ingin mencairkan dingin itu. Tapi, logo centang dan warna hijau itu menghalangi. Buatku terus berpikir untuk berpura-pura.

Berpura-pura dengan kata yang berupa-rupa tak akan bisa membuatku lupa-lupa.
Lupa-lupa akan perasaan yang meluap-luap bagai air hangat yang beruap-uap.
Beruap-uap dalam harap-harap yang aku pegang erat-erat.

Aku angkat bicara dalam kepura-puraanku agar aku ingat untuk lupa kalau aku berpura-pura. Karena perasaan hanya untuk satu hati, tak mungkin menjadikannya dua hati.
Karena dua hati berarti hati-hati.
Hati-hati untuk tetap melangkah tertatih-tatih.
Tertatih-tatih dalam menjalani hari-hari penuh hati-hati.

Untuk bisa lupa, aku pura-pura benar-benar punya hati.
Benar-benar untuk pura-pura, pura-pura untuk hal yang tidak benar.

Sampai aku berhasil dalam kepura-puraan dan melupakan setiap kerupa-rupaan.

Sebab pura-pura lupa akan rupa-rupamu adalah tujuan awalku.

Hingga nanti, aku bahagia mendapat tanda centangmu.
Karena pada akhirnya aku bisa menendangmu.

Dia adalah  pura-puraku, tapi bisa bisa jadi rupa-rupa yang mengisi hariku.
Bukan lagi kamu yang senyata-nyatanya, tapi terasa menyayat-nyayatnya.

Aku tak ingin lagi-lagi terasa tergila-gila atas laga-laga yang pernah kita mainkan. Sudahlah, aku katakan cukup saat dalam imajiku keningmu kukecup.

Jadi, kapan putus?
Aku sudah jadian dengan temanmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Finding Nemo ada Sekuel Ketiga, Apa Judulnya?

Padahal Aku Mau Berhenti

Semerbak Semalam